BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pembangunan merupakan suatu proses
perubahan yang berlangsung secara sadar, terencana dan berkelanjutan dengan
sasaran utamanya adalah untuk meningkatkan kesejahteraan hidup manusia atau
masyarakat suatu bangsa. Ini berarti bahwa pembangunan senantiasa beranjak dari
suatu keadaan atau kondisi kehidupan yang kurang baik menuju suatu kehdiupan
yang lebih baik dalam rangka mencapai tujuan nasional suatu bangsa
(Tjokroaminoto & Mustopadidjaya, 1988; Siagian, 1985).
Pembangunan Nasional bertujuan untuk
mewujudkan masyarakat adil dan makmur yang merata material dan spiritual
berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia tahun 1945
serta menjalankan roda perekonomian dan mewujudkan kesejahteraan sosial. Pasal
33 UUD 1945, sebagai dasar untuk mewujudkan keadilan, kesejahteraan dan
kemakmuran rakyat melalui peranan dan keberpihakan negara dalam meningkatkan
taraf hidup rakyat.
Letak geografis Indonesia yang berupa
kepulauan sangat berpengaruh terhadap mekanisme pemerintahan Indonesia. Dengan
keadaan geografis yang berupa kepulauan ini, menyebabkan pemerintah sulit
mengkoordinasi pemerintahan yang ada di daerah. Untuk memudahkan pengaturan
atau penataan pemerintahan maka diperlukan adanya berbagai suatu sistem pemerintahan
yang dapat berjalan secara efisien dan mandiri tetapi tetap dibawah
pengawasan dari pemerintah pusat.
Hal tersebut sangat diperlukan karena
mulai munculnya berbagai ancaman terhadap keutuhan NKRI. Hal itu ditandai
dengan banyaknya daerah-daerah yang ingin memisahkan diri dari Negara Kesatuan
Republik Indonesia. Sumber daya alam daerah di Indonesia yang tidak merata juga
merupakan salah satu penyebab diperlukannya suatu sistem pemerintahan untuk
memudahkan pengelolaan sumber daya alam yang merupakan sumber pendapatan daerah
sekaligus menjadi pendapatan nasional.
Seperti yang kita ketahui bersama bahwa
terdapat beberapa daerah yang pembangunannya memang harus lebih cepat dari pada
daerah lain. Karena itulah pemerintah pusat membuat suatu sistem pengelolaan
pemerintahan di tingkat daerah yang disebut otonomi daerah untuk mengelola
potensi-potensi dan sekaligus mengembangkannya. Oleh karena itu, pemakalah
berusaha untuk mengkaji lebih dalam tentang Otonomi Daerah dan pelaksanaan
Otonomi Daerah di Indonesia.
B. Rumusan Masalah
1. Pengertian
Pembangunan Nasional
2. Hakikat
Pembangunan Nasional
3. Visi
dan Misi Pembangunan Nasional
4. Tujuan
Pembangunan Nasional
5. Asas-asas
Pembangunan Nasional
6. Pengertion
Otonomi Daerah
7. Tujuan
dari otonomi Daerah
8. Pembagian
Kekuasaan dalam Kerangka Otonomi Daerah
9. Pelaksanaan
Otonomi Daerah di Indonesia
10. Permasalahan
dan Kendala dalam Penerapan Otonomi Daerah di Indonesia
C. Maksud dan Tujuan Penulisan
Maksud dan
tujuan dibuatnya makalah ini adalah untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah
Pendidikan Kewarganegaraan, serta untuk mengetahui dan menambah wawasan kita
tentang Pembangunan nasional dan Otonomi Daerah.
BAB
II
KAJIAN
PUSTAKA
A. PEMBANGUNAN NASIONAL
1.
Pengertian
Pembangunan Nasional
Pengertian Pembangunan Nasional merupakan
usaha peningkatan kualitas manusia dan masyarakat Indonesia yang dilakukan
secara berkelanjutan, berdasarkan kemampuan nasional dengan memanfaatkan ilmu
pengetahuan dan teknologi, serta memperhatikan tantangan perkembangan global (Tap.
MPR No. IV/MPR/1999). Dalam mengimplementasikan Pembangunan
Nasional senantiasa mengacu pada kepribadian bangsa dan nilai luhur yang
universal untuk mewujudkan kehidupan bangsa yang berdaulat, mandiri,
berkeadilan, sejahtera, maju, serta kokoh, baik kekuatan moral maupun etika
bangsa Indonesia.
Pengalaman Sila Ketuhanan Yang Maha Esa,
antara lain mencakup tanggung jawab bersama dari semua golongan beragama dan
kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa secara bersama-sama meletakkan
landasan spiritual, moral, dan etik yang kukuh bagi pembangunan nasional.
Pengalaman Sila Kemanusiaan yang Adil
dan Beradab, antara lain mencakup peningkatan martabat serta hak dan kewajiban
asasi warga Negara serta penghapusan penjajahan, kesengsaraan dan ketidakadilan
dari muka bumi.
Pengalaman Sila Persatuan Indonesia
antara lain mencakup peningkatan pembinaan bangsa di semua bidang kehidupan
manusia, masyarakat, bangsa dan Negara sehingga rasa kesetiakawanan semakin
kuat dalam ragnka memperkukuh persatuan dan kesatuan bangsa.
Pengalaman Sila Kerakyatan yang Dipimpin
Oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan anatara lain
mencakup upaya makin menumbuhkan dan mengembangkan system politik Demokrasi
Pancasila yang makin mampu memelihara stabilitas nasional yang dinamis.
Pengalaman Sila Keadilan Sosial Bagi
Seluruh Rakyat Indonesia antara lain mencakup upaya untuk mengembangkan
pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi yang dikaitkan dengan pemerataan
pembangunan dan hasil-hasilnya menuju kepada terciptanya kemakmuran yang berkeadilan.
Berdasarkan pokok pikiran diatas, maka hakikat
pembangunan nasional adalah
pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan masyarakat Indonesia
seluruhnya dengan Pancasila sebagai dasar, tujuan dan pedoman pembangunan
nasional. Pembangunan nasional dilaksanakan merata diseluruh tanah air dan
tidak hanya untuk satu golongan atau sebagian dari masyarakat, tetapi untuk
seluruh masyarakat.
Keseluruhan semangat arah dan gerak
pembangunan dilaksanakan sebagai pengalaman semua sila Pancasila secara serasi
dan sebagai kesatuan yang utuh, yang meliputi :Pembangunan nasional
dilaksanakan secara berencana, menyeluruh, terpadu, terarah, bertahap dan
berlanjut untuk memacu peningkatan kemampuan nasional dalam rangka mewujudkan
kehidupan yang sejajar dan sederajat dengan bangsa lain yang telah maju. Pembangunan nasional adalah pembangunan
dari, oleh dan untuk rakyat dilaksanakan semua aspek kehidupan bangsa yang
meliputi aspek politik, ekonomi, social-budaya dan aspek pertahanan keamanan
dengan senantiasa harus merupakan perwujudan Wawasan Nusantara serta
memperkukuh Ketahanan Nasional yang diselenggarakan dengan sasaran jangka
panjang yang ingin diwujudkan.
B. Otonomi Daerah
1.
Pengertian Otonomi Daerah
Otonomi Daerah berasal dari bahasa
yunani yaitu authos yang berarti sendiri dan namos yang berarti
undang-undang atau aturan. Dengan demikian otonomi dapat diartikan sebagai
kewenangan untuk mengatur dan mengurus rumah tangga sendiri (Bayu
Suryaninrat,1985).
Otonomi dalam makna sempit dapat
diartikan sebagai “mandiri”. Sedangkan makna yang lebih luas diartikan sebagai
“berdaya”. Otonomi daerah dengan demikian berarti kemandirian suatu daerah
dalam kaitan pembuatan dan pengambilan keputusan mengenai kepentingan daerahnya
sendiri. Jika daerah sudah mampu mencapai kondisi sesuai yang dibutuhkan daerah
maka dapat dikatakan bahwa daerah sudah berdaya (mampu) untuk melakukan apa
saja secara mandiri tanpa tekanan dan paksaan dari pihak luar dan tentunya
disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan daerah.
Beberapa pendapat ahli yang dikutip
Abdulrahman (1997) mengemukakan bahwa :
1. F. Sugeng
Istianto, mengartikan otonomi daerah sebagai hak dan wewenang untuk mengatur
dan mengurus rumah tangga daerah.
2. Ateng
Syarifuddin, mengemukakan bahwa otonomi mempunyai makna kebebasan atau
kemandirian tetapi bukan kemerdekaan (tidak terikat atau tidak bergantung
kepada orang lain atau pihak tertentu). Kebebasan yang terbatas atau
kemandirian itu terwujud pemberian kesempatan yang harus dipertanggungjawabkan.
3. Syarif Saleh,
berpendapat bahwa otonomi daerah adalah hak mengatur dan memerintah daerah
sendiri. Hak mana diperoleh dari pemerintah pusat.
Pendapat lain dikemukakan oleh Benyamin
Hoesein (1993) bahwa otonomi daerah adalah pemerintahan oleh dan untuk rakyat
di bagian wilayah nasional suatu Negara secara informal berada di luar
pemerintah pusat. Sedangkan Philip Mahwood (1983) mengemukakan bahwa otonomi
daerah adalah suatu pemerintah daerah yang mempunyai kewenangan sendiri yang
keberadaannya terpisah dengan otoritas (kekuasaan atau wewenang) yang
diserahkan oleh pemerintah guna mengalokasikan sumber sumber material yang
substansial (sesunggguhnya atau yang inti) tentang fungsi-fungsi yang berbeda.
Berbagai definisi tentang Otonomi Daerah
telah banyak dikemukakan oleh para pakar. Dan dapat disimpulkan bahwa Otonomi Daerah yaitu kewenangan daerah
otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut
prakarsa (inisiatif) sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai dengan
peraturan perundang-undangan. Sedangkan daerah otonom itu sendiri adalah
kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas daerah tertentu berwenang
mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri
berdasarkan aspirasi masyarakat dalam Ikatan Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
BAB
III
PEMBAHASAN
A. PEMBANGUNAN NASIONAL
1.
Hakikat
Pembangunan Nasional
Hakikat Pembangunan Nasional adalah
pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan masyarakat Indonesia
seluruhnya. Ini berarti dalam pelaksanaan pembangunan nasional diperlukan
hal-hal sebagai berikut:
Ada keselarasan, keserasian,
kesimbangan, dan kebulatan yang utuh dalam seluruh kegiatan pembangunan.
Pembangunan adalah untuk manusia dan bukan sebaliknya manusia untuk
pembangunan. Dalam pembangunan dewasa ini, unsur manusia, unsur sosial-budaya,
dan unsur lainnya harus mendapatkan perhatian yang seimbang. Pembangunan harus
merata untuk seluruh masyarakat dan di seluruh wilayah tanah air. Subjek dan objek pembangunan adalah manusia
dan masyarakat Indonesia, sehingga pembangunan harus berkepribadian
Indonesia pula.
Pembangunan dilaksanakan bersama oleh
masyarakat dan pemerintah. Masyarakat
adalah pelaku utama pembangunan dan pemerintah berkewajiban untuk mengarahkan,
membimbing, serta menciptakan suasana yang menunjang. Kegiatan masyarakat
dan kegiatan pemerintah mesti saling mendukung, saling mengisi, dan saling
melengkapi dalam satu kesatuan langkah menuju tercapainya tujuan pembangunan
nasional.
2.
Visi
dan Misi Pembanguanan Nasional
Dalam mewujudkan visi Pembangunan
Nasional tersebut ditempuh delapan misi Pembangunan Nasional sebagai berikut :
1. Mewujudkan
masyarakat berakhlak mulia, bermoral, beretika, berbudaya, dan beradab
berdasrkan falsafah Pancasila adalah memperkuat jati diri dan karakter bengsa
melalui pendidikan yang bertujuan membentuk manusia yang bertakwa kepada Tuhan
Yang Maha Esa, mematuhi aturan hukum, memelihara kerukunan internal dan
antarumat beragama, melaksanakan interaksi antarbudaya, mengembangkan modal
sosial, menerapkan nilai-nilai luhur budaya bangsa, dan meiliki kebanggab
sebagai bangsa Indonesia dalam rangka memantapkan landasan spiritual, moral,
dan etika pembangunan bangsa
2. Mewujudkan
bangsa yang berdaya-saing adalah mengedepankan pembangunan sumber daya manusia
berkualitas dan berdaya saing; meningkatkan penguasaan dan pemanfaatan IPTEK
melalui penelitian, pengembangan , dan penerapan menuju inovasi secara
berkelanjutan; membangun infrastruktur yang maju serta reformasi dibidang hukum
dan aparatur negara; dan memperkuat perekonomian domestik berbasis keunggulan
setiap wilayah menuju keunggulan kompetitif dengan membangun keterkaitan sistem
produksi, distribusi, dan pelayanan termasuk pelayanan jasa dalam negeri
3. Mewujudkan
masyarakat demokratis berlandaskan hukum adalah memantapkan kelembagaan
demokrasi yang lebih kokoh; memperkuat peran masyarakat sipil; memperkuat
kualitas desentralisasi dan otonomi daerah; menjamin pengembangan media dan
kebebasan media dalam mengomunikasikan kepentingan masyarakat; dan melakukan pembenahan
struktur hukum dan meningkatkan budaya hukum dan menegakkan hukum secara adil,
konsekuen, tidak diskriminatif, dan memihak pada rakyat kecil
4. Mewujudkan
Indonesia aman, damai, dan bersatu adalah membangun kekuatan TNI hingga
melampaui kekuatan esensial minimum serta disegani dikawasan regional dan
internasional; memantapkan kemampuan dan meningkatkan profesionalisme Polri
agar mampu melindungi dan mengayomi masyarakat; mencegah tindak kejahatan, dan
menuntaskan tindak kriminalitas; membangun kapabilitas lembaga intelejen dan
kontra intelejen negara dalam penciptaan kemanan nasional; serta meningkatkan
kesiapan komponen cadangan, komponen pendukung pertahanan dan kotribusi
industri pertahanan nasional dalam sistem pertahanann semesta
5. Mewujudkan
pemerataan pembangunan dan berkeadilan adalah meningkatkan pembangunan daerah;
mengurangi kesenjangan sosial secara menyeluruh, keberpihakan kepada
masyarakat, kelompok dan wilayah/daerah yang masih lemah; menanggulangi
kemiskinan dan pengangguran secara drastis; menyediakan akses yang sama bagi
masyarakat terhadap berbagai pelayanan sosial serta sarana dan prasarana
ekonomi; serta menghilangkan diskriminasi dalam berbagai aspek termasuk gender
6. Mewujudkan
Indonesia asri dan lestari adalah memperbaiki pengelolaan pelaksanaan
pembangunan yang dapat menjaga keseimbangan antara pemanfaatan, keberlanjutan,
keberadaan, dan kegunaan sumber daya alam dan lingkungan hidup dengan tetap
menjaga fungsi, daya dukung, dan kenyamanan dalam kehidupan pada masa kini dan
masa depan, melalui pemanfaatan ruang yang serasi antara penggunaan untuk
permukiman, kegiatan sosial ekonomi, dan upaya konservasi; meningkatkan
pemanfaatan ekonomi sumber daya alam dan lingkungan yang berkesinambungan;
memperbaiki pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup untuk mendukung
kualitas kehidupan; memberikan keindahan dan kenyamanan kehidupan; serta
meningkatkan pemeliharaan dan pemanfaatan keanekargaman hayati sebagai modal
dasar pembangunan
7. Mewujudkan
Indonesia menjadi negara kepualauan yang mandiri, maju, kuat, dan berbasiskan
kepentingan nasional adalah menumbuhkan wawasan bahari bagi masyarakat
dan pemerintah agar pembangunana Indonesia berorientasi kelautan; meningkatkan
kapasitas sumber daya manusia yang berwawasan kelauatan melalui pengembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi kelautan; mengelola wilayah laut nasional untuk
mempertahankan kedaulatan dan kemakmuran; dan membangun ekonomi kelautan secara
terpadu dengan mengoptimalkan pemanfaatab sumber kekayaan laut secara
berkelanjutan
8. Mewujudkan
Indonesia berperan penting dalam pergaulan dunia internasional adalah
memantapkan diplomasi Indonesia dalam rangka memperjuangkan kepentinagn
nasional; melanjutkan komitmen Indonesia terhadap pembentukan identitas dan
pemantapan integrasi internasional dan regional; dan mendorong kerja sama
internasional, regional dan bilateral antarmasyarakat, antarkelompok, serta
antarlembaga di berbagai bidang
3.
Tujuan
Pembangunan Nasional
Tujuan nasional, sebagaimana yang
termaktub dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, yaitu :
Melindungi segenap bangsa dan seluruh
tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan
bangsa, serta ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berlandaskan kemerdekaan,
perdamaian abadi, dan keadilan sosial.
Pernyataan
di atas merupakan cerminan bahwa pada dasarnya tujuan Pembangunan Nasional
adalah untuk mewujudkan kehidupan masyarakat Indonesia yang sejahtera,
lahiriah maupun batiniah. Untuk mewujudkan hal tersebut, maka pembangunan yang
dilaksanakan oleh bangsa Indonesia merupakan pembangunan yang berkesinambungan,
yang meliputi seluruh aspek kehidupan masyarakat, bangsa dan negara.
Agar pembangunan yang dilaksanakan lebih
terarah dan memberikan hasil dan daya guna yang efektif bagi kehidupan seluruh
bangsa Indonesia maka pembangunan yang dilaksanakan mengacu pada perencanaan
yang terprogram secara bertahap dengan memperhatikan perubahan dan perkembangan
yang terjadi dalam kehidupan masyarakat. Oleh
karena itu pemerintah merancang suatu perencanaan pembangunan yang tersusun
dalam suatu Repelita (Rencana Pembangunan Lima Tahun), dan mulai Repelita VII
diuraikan dalam suatu Repeta (Rencana Pembangunan Tahunan), yang memuat uraian
kebijakan secara rinci dan terukur tentang beberapa Propenas
(Program Pembangunan Nasional). Rancangan APBN tahun 2001 adalah
Repeta pertama dari pelaksanaan Propenas yang merupakan penjabaran GBHN
1999-2004, di samping merupakan tahun pertama pelaksanaan otonomi daerah
dan desentralisasi fiskal.
Sejak repelita pertama (tahun 1969)
hingga repelita sekarang (tahun1999) telah terealisasi beberapa program
pembangunan yang hasilnya telah menyentuh seluruh aspek kehidupan masyarakat,
baik aspek politik, ekonomi, sosial dan budaya. Meskipun realisasi
pembangunan telah menyentuh dan dinikmati oleh hampir seluruh masyarakat, namun
tidak berarti terjadi secara demokratis. Dengan kata lain, hasil-hasil
pembangunan tersebut belum mampu menjangkau pemerataan kehidupan seluruh
masyarakat. Masih banyak terjadi ketimpangan atau kesenjangan pembangunan maupun
hasil-hasilnya, baik antara pusat dan daerah atau dalam lingkup yang luas
adalah kesenjangan antara Kawasan Timur Indonesia (KTI) dan Kawasan Barat
Indonesia (KBI), khususnya pada sektor ekonomi. Salah satu kesenjangan di sektor ekonomi tersebut diantaranya adalah
tidak meratanya kekuatan ekonomi di setiap wilayah, seperti tidak meratanya
tingkat pendapatan (per kapita) penduduk, tingkat kemiskinan dan kemakmuran,
mekanisme pasar dan lain-lain.
Dampak
dari kesenjangan tersebut telah menimbulkan beberapa gejolak dalam bentuk
tuntutan adanya pemerataan pembangunan maupun hasil-hasilnya, dari dan
untuk setiap wilayah di Indonesia. Untuk mengurangi bahkan menghilangkan kesenjangan tersebut pemerintah
telah menempuh beberapa kebijaksanaan pembangunan diantaranya dengan memberlakukan
Undang-undang Nomor 22 tahun 1999 tentang Otonomi Daerah yang pada
prinsipnya merupakan pelimpahan wewenang pusat ke daerah untuk mengurus rumah
tangganya sendiri sesuai dengan potensi yang dimiliki oleh masing-masing
daerah.
4.
Asas-Asas
Pembangunan Nasional
Asas Pembangunan Nasional adalah prinsip
pokok yang harus diterapkan dan dipegang teguh dalam perencanan dan pelaksanaan
Pembangunan Nasional :
· Asas Keimanan dan Ketakwaan
terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
· Asas Manfaat ,
Kegiatan pembangunan memberikan manfaat bagi peningkatan kesejahteraan.
· Asas Demokrasi Pancasila ,
Kegiatan Pembangunan Nasional dilakukan berdasarkan kekeluargaan.
· Asas Keseimbangan,
Keserasian, dan Keselarasan dalam Perikehidupan Dalam Pembangunan Nasional
adanya keseimbangan, keserasian dan keselarasan antara dunia dan akhirat,
materil dan spiritual dan lain-lain .
· Asas Hukum.
Dalam penyelenggaraan Pembangunan Nasional, masyarakat harus taat dan
patuh kepada hukum .
· Asas Kemandirian.
Pembangunan Nasional berlandaskan kepercayaan akan kemampuan diri
sendiri.
· Asas Kejuangan. Dalam
penyelenggaraan Pembangunan Nasional masyarakata harus memiliki mental, tekad,
jiwa dan semangat.
· Asas Ilmu Pengetahuan dan
Teknologi. Pembangunan Nasional dapat
memberikan kesejahteraan rakyat lahir dan batin yang setinggi-tingginya.
Modal dasar Pembangunan Nasional adalah
keseluruhan sumber kekuatan nasional baik yang efektif maupun potensial yang
dimiliki dan didayagunakan bangsa Indonesia dalam pembangunan nasional, yaitu
:
A.
Kemerdekaan dan kedaulatan bangsa dan Negara Indonesia
B.
Jiwa dan semangat persatuan dan kesatuan bangsa
C.
Wilayah nusantara yang luas yang berkedudukan di garis khatulistiwa
D.
Kekayaan alam yang beraneka ragam
E.
Penduduk yang besar sebagai sumber daya manusia yang potensuial
F.
Rohaniah dan mental
G.
Budaya bangsa Indonesia yang dinamais
H.
Potensi dan kekuatan efektif bangsa
I.
Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI)
B.
OTONOMI DAERAH
1.
Tujuan dan Prinsip Otonomi Daerah
1. Tujuan Otonomi Daerah
Menurut pengalaman dalam pelaksanaan
bidang-bidang tugas tertentu sistem Sentralistik tidak dapat menjamin
kesesuaian tindakan-tindakan Pemerintah Pusat dengan keadaan di daerah-daerah.
Maka untuk mengatasi hal ini, pemerintah kita menganut sistem Desentralisasi
atau Otonomi Daerah. Hal ini disebabkan
wilayah kita terdiri dari berbagai daerah yang masing-masing memiliki
sifat-sifat khusus tersendiri yang dipengaruhi oleh faktor geografis (keadaan
alam, iklim, flora-fauna, adat-istiadat, kehidupan ekonomi dan bahasa), tingkat
pendidikan dan lain sebagainya. Dengan sistem Desentralisasi diberikan
kekuasaan kepada daerah untuk melaksanakan kebijakan pemerintah sesuai dengan
keadaan khusus di daerah kekuasaannya masing-masing, dengan catatan tetap tidak
boleh menyimpang dari garis-garis aturan yang telah ditetapkan oleh Pemerintah
Pusat. Jadi pada dasarnya, maksud dan tujuan diadakannya pemerintahan di daerah
adalah untuk mencapai efektivitas pemerintahan.
Otonomi
yang diberikan oleh pemerintah pusat kepada daerah ini bersifat mandiri dan bebas. Pemerintah daerah bebas dan mandiri
untuk membuat peraturan bagi wilayahnya. Namun, harus tetap
mempertanggungjawabkannya dihadapan Negara dan pemerintahan pusat.
Selain
tujuan diatas, masih terdapat beberapa point sebagai tujuan dari otonomi
daerah. Dibawah ini adalah beberapa tujuan dari otonomi daerah dilihat dari
segi politik, ekonomi, pemerintahan dan sosial budaya, yaitu sebagai berikut.
a) Dilihat dari segi politik,
penyelenggaraan otonomi dimaksudkan untuk mencegah penumpukan kekuasaan dipusat
dan membangun masyarakat yang demokratis, untuk menarik rakyat ikut serta dalam
pemerintahan dan melatih diri dalam menggunakan hak-hak demokrasi.
b) Dilihat dari segi
pemerintahan, penyelenggaraan otonomi daerah untuk mencapai pemerintahan yang
efisien.
c) Dilihat dari segi sosial
budaya, penyelenggaran otonomi daerah diperlukan agar perhatian lebih fokus
kepada daerah.
d) Dilihar dari segi ekonomi,
otonomi perlu diadakan agar masyarakat dapat turut berpartisipasi dalam
pembangunan ekonomi di daerah masing-masing.
Untuk mencapai tujuan otonomi daerah
tersebut, sebaiknya dimulai dari diri sendiri. Para pejabat harus memiliki
kesadaran penuh bahwa tugas yang diembannya merupakan sebuah amanah yang harus
dijalankan dan dipertanggungjawabkan. Selain itu, kita semua juga memiliki
kewajiban untuk berpartisipasi dalam rangka tercapainya tujuan otonomi daerah.
Untuk mewujudkan hal tersebut tentunya bukan hal yang mudah karena tidak
mungkin dilakukan secara instan. Butuh proses dan berbagai upaya serta
partisipasi dari banyak pihak. Oleh karena itu, diperlukan kesungguhan serta
kerjasama dari berbagai pihak untuk mencapai tujuan ini.
2. Prinsip Otonomi
Daerah
Atas dasar pencapaian tujuan diatas,
prinsip-prinsip yang dijadikan pedoman dalam pemberian Otonomi Daerah adalah
sebagai berikut (Penjelasan UU No. 32 Tahun 2004) :
a) Prinsip Otonomi Daerah
menggunakan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam arti daerah diberikan
kewenangan mengurus dan mengatur semua urusan pemerintah diluar yang menjadi
urusan Pemerintah yang ditetapkan dalam Undang-undang ini. Daerah memliki
kewenangan membuat kebijakan daerah untuk memberi pelayanan, peningkatan peran
serta, prakarsa, dan pemberdayaan masyarakat yang bertujuan pada peningkatan
kesejahteraan rakyat.
b) Sejalan dengan
prinsip tersebut dilaksanakan pula prinsip otonomi yang nyata dan
bertanggungjawab. Prinsip otonomi nyata adalah suatu prinsip bahwa untuk
menangani urusan pemerintah daerah dilaksanakan berdasarkan tugas, wewenang dan
kewajiban yang senyatanya telah ada dan berpotensi untuk tumbuh, hidup dan
berkembang sesuai dengan potensi dan kekhasan daerah. Dengan demikian isi dan
jenis otonomi bagi setiap daerah tidak selalu sama dengan daerah lainnya,
adapun yang dimaksud dengan otonomi yang bertanggunjawab adalah otonomi yang
dalam penyelenggaraannya harus benar-benar sejalan dengan tujuan dan maksud
pemberian otonomi, yang pada dasarnya untuk memberdayakan daerah termasuk
meningkatkan kesejahteraan rakyat yang merupakan bagian utama dari tujuan
nasional.
3. Pembagian Kekuasaan dalam Kerangka Otonomi
Daerah
Pembagian
antara pusat dan daerah dilakukan berdasarkan prinsip negara kesatuan tetapi
dengan semangat federalisme. Jenis kekusaan yang ditangani pusat hampir sama dengan
yang ditangani oleh pemerintah di negara federal, yaitu hubungan luar negeri,
pertahanan dan keamanan, peradilan, moneter, dan agama, serta berbagai jenis
urusan yang memang lebih efisien ditangani secara sentral oleh pemerintah
pusat, seperti kebijakan makro ekonomi, standarisasi nasional, administrasi
pemerintah, badan usaha milik negara (BUMN), dan pengembangan sumber daya
manusia.
Selain
sebagai daerah otonom, provinsi juga merupakan daerah administratif, maka
kewenangan yang ditangani provinsi atau gubernur akan mencakup kewenangan
desentralisi dan dekonsentrasi.
Kewenangan yang diserahkan kepada daerah otonom provinsi dalam rangka
desentralisasi mencakup :
1. Kewenangan
yang bersifat lintas kabupaten dan kota, seperti kewenangan dalam bidang pekerjaan
umum, perhubungan, kehutanan, dan perkebunan.
2. Kewenangan
pemerintahan lainnya, yaitu perencanaan pengendalian pembangunan regional
secara makro, pelatihan bidang alokasi sumber daya manusia potensial,
penelitian yang mencakup wilayah provinsi dan perencanaan tata ruang provinsi.
3. Kewenangan
kelautan yang meliputi eksplorasi, eksploitasi, konservasi, dan pengelolaan
kekayaan laut, pengaturan kepentingan administratif, penegakan hukum dan
bantuan penegakan keamanan, dan kedaulatan negara.
4. Kewenangan
yang tidak atau belum dapat ditangani daerah kabupaten dan daerah kota
diserahkan kepada provinsi dengan pernyataan dari daerah otonom kabuapaten atau
kota tersebut.
4. Pelaksanaan Otonomi Daerah di Indonesia
Sejak
diberlakukannya UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, banyak aspek
positif yang diharapkan dalam pemberlakuan Undang-Undang tersebut. Termasuk
diharapkannya penerapan otonomi daerah karena kehidupan berbangsa dan bernegara
selama ini sangat terpusat di jakarta. Sementara itu pembangunan di beberapa
wilayah lain dilalaikan. Disamping itu pembagian kekayaan secara tidak adil dan
merata di setiap daerahnya. Daerah-daerah yang memiliki sumber kekayaan alam
yang melimpah, seperti:Aceh, Riau, Irian Jaya (Papua), Kalimantan dan Sulawesi
ternyata tidak menerima perolehan dana yang patut dari pemerintah pusat serta
kesenjangan sosial antara satu daerah dengan daerah lain sangat mencolok.
Otonomi Daerah memang
dapat membawa perubahan positif di daerah dalam hal kewenangan daerah untuk
mengatur diri sendiri. Kewenangan ini menjadi sebuah
impian karena sistem pemerintahan yang sentralistik cenderung menempatkan
daerah sebagai pelaku pembangunan yang tidak begitu penting atau sebagai pelaku
pinggiran. Tujuan pemberian otonomi kepada daerah sangat baik, yaitu untuk
memberdayakan daerah, termasuk masyarakatnya, mendorong prakarsa dan peran
serta masyarakat dalam proses pemerintahan dan pembangunan.
Pada
masa lalu, pengerukan potensi daerah ke pusat terus dilakukan dengan dalih
pemerataan pembangunan. Alih-alih mendapatkan manfaat dari pembangunan, daerah
justru mengalami proses pemiskinan yang luar biasa. Dengan kewenangan yang
didapat daerah dari pelaksanaan Otonomi Daerah, banyak daerah yang optimis
bakal bisa mengubah keadaan yang tidak menguntungkan tersebut.
Beberapa
contoh keberhasilan dari berbagai daerah dalam pelaksanaan otonomi daerah
yaitu:
1. Di
Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah, masyarakat lokal dan LSM yang mendukung telah
berkerja sama dengan dewan setempat untuk merancang suatu aturan tentang
pengelolaan sumber daya kehutanan yang bersifat kemasyarakatan
(community-based). Aturan itu ditetapkan untuk memungkinkan bupati mengeluarkan
izin kepada masyarakat untuk mengelola hutan milik negara dengan cara yang
berkelanjutan.
2. Di
Gorontalo, Sulawesi, masyarakat nelayan di sana dengan bantuan LSM-LSM setempat
serta para pejabat yang simpatik di wilayah provinsi baru tersebut berhasil
mendapatkan kembali kontrol mereka terhadap wilayah perikanan tradisional/adat
mereka.
Kedua
contoh di atas menggambarkan bahwa pelaksanaan Otonomi Daerah dapat membawa
dampak positif bagi kemajuan suatu daerah. Kedua contoh diatas dapat terjadi
berkat adanya Otonomi Daerah di daerah tersebut. Pada tahap awal
pelaksanaan Otonomi Daerah, telah banyak mengundang suara pro dan kontra. Suara
pro umumnya datang dari daerah yang kaya akan sumber daya, daerah-daerah
tersebut tidak sabar ingin agar Otonomi Daerah tersebut segera diberlakukan.
Sebaliknya, untuk suara kontra bagi daerah-daerah yang tidak kaya akan sumber
daya, mereka pesimis menghadapi era otonomi daerah tersebut. Masalahnya,
otonomi daerah menuntut kesiapan daerah di segala bidang termasuk peraturan
perundang-undangan dan sumber keuangan daerah. Oleh karena itu, bagi
daerah-daerah yang tidak kaya akan sumber daya pada umumnya belum siap ketika
Otonomi Daerah pertama kali diberlakukan.
Selain
karena kurangnya kesiapan daerah-daerah yang tidak kaya akan sumber daya dengan
berlakunya otonomi daerah, dampak
negatif dari otonomi daerah juga dapat timbul karena adanya berbagai
penyelewengan dalam pelaksanaan Otonomi Daerah tersebut.
5.
Permasalahan
atau Kendala dalam Penerapan Otonomi
Daerah di Indonesia
Dalam
era transisi kebijakan sentralistik ke desentralistik demokratis yang dituju
dalam pemerintahan nasional sebagaimana ditandai dengan diberlakukannya Otonomi
daerah sesuai dengan Undang-undang No. 22 tahun 1999 sejak tanggal 1 Januari
2010, memang masih ditemui kendala-kendala yang perlu diatasi. Dari sekian kendala terdapat permasalahan
yang mengandung potensi instabilitas yang dapat mengarah kepada melemahnya
ketahanan nasional di daerah bahkan dapat memicu terjadinya disintegrasi
bangsa bila tidak segera diatasi. Hal itu antara lain :
1. Pembagian
Urusan
Contoh
permasalahan yaitu dalam pembuatan kebijakan pusat untuk daerah (FTZ).
Permasalahan yang paling sering dialami oleh daerah adalah banyaknya aturan
yang saling tumpang tindih antara pusat dan daerah. Akibatnya banyak aturan
pusat yang akhirnya tidak bisa diterapkan di daerah. Salah satu
sebab itu karena pusat tidak memahami keadaan yang sedang dialami daerah
tersebut. Kondisi inilah yang diduga menjadi kendala utama belum maksimalnya
pelaksanaan Free Trade Zone (FTZ) di Kepri ini. Daerah selalu menunggu aturan
dari pusat atau kebijakan dari pusat sehingga setelah ditunggu ternyata
hasilnya selalu tidak sesuai dengan apa yang diharapkan. Seharusnya hal
tersebut dapat diatasi apabila pembagian urusan antara daerah dan pusat
tidak tumpang tindih. Artinya, dalam pengusulan suatu konsep aturan daerah
harus terlibat langsung. Atau dengan kata lain sebelum pemerintah pusat membuat
aturan, daerah memiliki tugas seperti mengajukan konsep awal yang tidak
bertentangan dengan aturan yang ada di daerah. Sehingga pemerintah pusat dalam
menyusun aturan, memiliki landasan yang kuat mengacu pada konsep daerah.
2. Pelayanan
Masyarakat
Pada
umumnya, Sumber Daya Manusia pada pemerintah daerah memiliki
sumber informasi dan pengetahuan yang lebih terbatas dibandingkan dengan
sumber daya pada Pemerintah Pusat. Hal ini mungkin diakibatkan oleh sistem
kepegawaian yang masih tersentralisasi sehingga Pemerintah Daerah memiliki
keterbatasan wewenang dalam mengelola Sumber Daya Manusianya sesuai dengan
kriteria dan karakteristik yang dibutuhkan oleh suatu daerah. Sehingga pelayanan
yang diberikan hanya standar minimum.
3. Lemahnya
Koordinasi Antar Sektor dan Daerah
Koordinasi
antarsektor tidak hanya menyangkut kesepakatan dalam suatu kerjasama yang
bersifat operasional tetapi juga koordinasi dalam pembuatan aturan. Dua hal ini
memang tidak serta merta menjamin terjadinya sinkronisasi antar berbagai
lembaga yang memproduksi peraturan dan kebijakan tetapi secara normatif
koordinasi dalam penyusunan peraturan perundangan akan menghasilkan
peraturan perundang-undangan yang sistematisdan tidak bertubrukan satu sama
lain. Walaupun Kepala Daerah dalam kedudukan sebagai Badan Eksekutif
Daerah bertanggung jawab kepada DPRD, namun DPRD sebagai Badan Legislatif
Daerah tetap merupakan partner (mitra) dari dan berkedudukan sejajar dengan
Pemerintah Daerah atau Kepala Daerah. Masalah seperti ini pun
sangat terasa di Pusat. Kesan memposisikan diri yang lebih kuat, lebih tinggi
dari yang lainnya yang kadang-kadang disaksikan oleh masyarakat luas. Ada tiga
hal yang perlu disadari dan disamakan oleh legislatif dan eksekutif dalam
menyikapi berbagai perbedaan yaitu pola pikir, pola sikap dan pola tindak. Pola
pikir yang harus sama adalah kita sadar terhadap apa yang harus kita
pertahankan dan kita upayakan, yaitu integritas dan identitas bangsa serta
berbagai upaya untuk memajukan dan mencapai tujuan bangsa. Pola sikap
yaitu, bahwa setiap elemen bangsa mempunyai kemampuan dan kontribusi
seberapapun kecilnya. Dan pola tindak yang komprehensif, terkordinasi dan
terkomunikasikan.
4. Pembagian
Pendapatan
UU
25/1999 pada dasarnya menganut paradigma baru, yaitu berbeda dengan paradigma
lama, maka seharusnya setiap kewenangan diikuti dengan pembiayaannya, sesuai
dengan bunyi pasal 8 UU 22/1999. Pada saat sekarang ini, banyak
daerah yang mengeluh tentang tidak proporsionalnya jumlah Dana Alokasi Umum
(DAU) yang diterima, baik oleh Daerah Propinsi maupun Daerah Kabupaten/Kota.
Banyak daerah yang DAU-nya hanya cukup untuk membayar gaji pegawai daerah dan
pegawai eks kanwil, Kandep/Instansi vertikal di daerah. Disamping itu,
kriteria penentuan bobot setiap daerah dirasakan oleh banyak daerah
kurang transparan. Kriteria potensi daerah dan kebutuhan daerah tampaknya
kurang representatif secara langsung terhadap pembiayaan daerah. Dengan
demikian perhitungan DAU yang transparan sebagaimana diatur dalam pasal 7
UU 25/1999 jo PP 104/2000 tentang perimbangan keuangan terutama
pasal-pasal yang menyangkut perhitungan DAU dan faktor penyeimbangan,
kiranya perlu ditata kembali. Kemudian, pembagian bagi hasil Sumber Daya
Alam (SDA) dirasakan kurang mengikuti prinsip-prinsip pembiayaan yang layak
yang sejalan dengan pemberian kewenangan Kepala Daerah Propinsi dan Daerah
Kabupaten/Kota. Seperti halnya dalam paradigma lama, melalui paradigma
baru pun bagian daerah selalu jauh dari Sumber Daya Alam yang kurang potensial
(seperti: perkebunan, kehutanan, pertambangan umum dan sebagainya),
sedangkan disektor minyak dan gas alam, hanya mendapat porsi kecil. Bagian
bagi hasil di bidang ini perlu diperbesar, sehingga daerah penghasil mendapat
bagian yang proporsional sebanding dengan kerusakan lingkungan yang diakibatkan
oleh eksplorasi dan eksploitasi SDA tersebut.
5. Anatisme
Daerah (Ego Kedaerahan)
Sifat
seperti ini sangat tidak baik jika ada disuatu wilayah/daerah atau dimanapun,
karena hal ini dapat menimbulkan kesenjangan atau kecemburuan terhadap
daerah-daerah lain. Contoh pemasalahannya kejadian yang terjadi di daerah
kabupaten Anambas dalam penerimaan CPNS. Bagi pelamar CPNS minimal
mempunyai 1 ijazah yang dikeluarkan oleh disdik kabupaten. Anambas baik SD,
SMP, dan SMA. Hal ini dapat disimpulkan bahwa terlalu egoisnya suatu daerah
yang mengutamakan putra daerah untuk dapat menjadi CPNS dalam mengembangkan
daerahnya sendiri sehinnga untuk warga daerah lain tidak diberikan peluang
untuk menjadi CPNS dan hal ini juga dapat menimbulkan kerugian bagi warga Anambas
karena dapat mengurangi pendapatan mereka ( yang berjualan atau yang membuka
tempat-tempat kos) Solusinya sebaiknya dalam hal ini daerah Anambas tidak
terlalu egois dalam penerimaan CPNS ini. Sehingga warga lain yang bukan
berasal dari Anambas dapat bekerja dan dan bersaing demi memajukan daerah
tersebut dan membuka peluang bagi siapapun yang memiliki kemampuan dan skiil
serta pengetahuan mereka dalam berkopetensi untuk bersaing demi kebaikan dan
memajukan daerah tersebut. Hal ini juga dapat meningkatkan pendapatan untuk
penghasilan bagi warga yang memiliki mata pencarian sebagai pedagang dan yang
memiliki rumah-rumah kos. Jika dibandingkan dengan adanya fanatisme.
6.
Disintegrasi
Hal
ini dapat menimbulkan perpecahan atau terganggunya stabilitas keamanan nasional
dalam penyelenggaraan sebuah negara. Hal
ini dapat disebabkan olek keegoisan suatu kelompok masyarakat atau daerah dalam
mempertahankan suatu pendapat yang memiliki unsur kepentingan-kepentingan
kelompok satu dengan yang lain. Yang dapat merugikan atau kecemburuan terhadap
kelompok-kelompok yang lain untuk mendapatkan hak yang sama sehingga dapat
memecahkan rasa persatuan dan kesatuan kita dan dapat menimbulkan berbagai pertikaian
dalam sebuah negara atau daerah tersebut. Contohnya: GAM, RMS, dan
lain-lain. Solusinya sebaiknya kita sebagai warga negara yang baik harusnya
tidak egois dalam mempertahankan suatu hak atau pendapat antara kelompok yang
satu dengan yang lain dapat menimbulkan pertikaian dan mengganggu keamanan
didaerah tersebut. Namun kita harus bersatu demi memajukan daerah atau negara
yang kita cintai.
BAB
IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pembangunan
Nasional merupakan usaha peningkatan kualitas manusia dan masyarakat Indonesia
secara berkelanjutan dengan memanfaatkan kemajuan IPTEK serta perhatikan
tantangan perkembangan global. Pelaksanaannya mengacu pada kepribadian bangsa
dan nilai luhur yang universal untuk mewujudkan kehidupan bangsa yang
berdaulat, mandiri, berkeadilan, sejahtera, maju, serta kukuh kekuatan moral
dan etikanya. Tujuan Pembangunan Nasional itu sendiri adalah sebagai usaha
untuk meningkatkan kesejahteraan seluruh bangsa Indonesia. Dan pelaksanaannya
bukan hanya menjadi tanggung jawab seluruh rakyat Indonesia. Maksudnya adalah
setiap warga negara Indonesia harus ikut serta dan berperan dalam melaksanakan
pembangunan sesuai dengan profesi dan kemampuan masing-masing.
Keikutsertaan
setiap warga negara dalam Pembangunan Nasional dapat dilakukan dengan berbagai
cara, seperti mengikuti program wajib belajar, melestarikan lingkungan hidup,
mentaati segala peraturan dan perundang-undangan yang berlaku, menjaga
ketertiban dan keamanan, dan sebagainya.
Pembangunan
Nasional mencakup hal-hal yang bersifat lahiriah maupun batiniah yang selaras,
serasi, dan seimbang. Itulah sebabnya Pembangunan Nasional bertujuan untuk
mewujudkan manusia dan masyarakat Indonesia yang seutuhnya, yakni sejahtera
lahir dan batin.
Pembangunan
yang bersifat lahiriah dilaksanakan untuk memenuhi kebutuhan hajat hidup fisik
manusia, misalnya sandang, pangan, perumahan, pabrik, gedung perkantoran,
pengairan, sarana dan prasarana transportasi dan olahraga, dan sebagainya.
Sedangkan contoh pembangunan yang bersifat batiniah adalah pembanguanan sarana
dan prasarana ibadah, pendidikan, rekreasi, hiburan, kesehatan, dan sebagainya.
Otonomi
daerah dapat diartikan pelimpahan kewenangan dan tanggungjawab dari pemerintah
pusat kepada pemerintah daerah. Hal itu bertujuan untuk mencegah pemusatan kekuasaan,
terciptanya pemerintahan yang efisien, dan partisipasi masyarakat. Sehingga di
Indonesia sudah mulai diterapkan Otonomi Daerah.
B. Saran
Melihat dan mencermati kesimpulan yang saya sampaikan di
atas maka dapat saya berikan beberapa saran untuk lebih efektifnya
pelaksanaan otonomi daerah khususnya untuk bidang kesehatan yang berkaitan
dengan pelayanan kesehatan
1.
pemerintah daerah harus lebih
bersinergi dengan pemerintah pusat agar lebih terjadi keseimbangan
di dalam pembanguna dan pelaksanaan otonomi daerah kjususnya unutk bidang
pelaksanaan pelayanan kesehatan
2.
Pihak-pihak yang terkait dalam
pelaksanaan otonomi daerah khususnya untuk sector kesehatan harus mengetahui
peran dan fingsi mereka masing-sehingga tidak terjadi keselahan tugas dan
fungsi masing-masing
3.
Masyarakt dan seluruh setholder yang
terlibat dalam pelaksanaan otonomi daerah khususnya sector pelayanan kesehatan
harus mengetahui dan lebih memahami makhsud dan tujuan di selengarakanya
otonomi daerah di daerahnya masing-masing.
DAFTAR
PUSTAKA
Pendidikan Pancasila, Penerbit Paradigma, Yogyakarta, 2010
Priyanto, Sugeng. Pendidikan Kewarganegaraan. Semarang:Aneka Ilmu. 2008.
Srijanti, dkk. Pendidikan
Kewarganegaraan untuk Mahasiswa. Jakarta: Graha Ilmu. 2009.
Ubaidillah, dkk. Demokrasi, Hak Asasi Manusia dan Masyarakat Madani. Jakarta:ICCE
UIN Syarif Hidayatullah. 2007.
Ubaidillah, dkk. Pancasila,
Demokrasi, HAM, dan Masyarakat Madani. Jakarta:ICCE UIN Syarif
Hidayatullah.2012.