BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Dalam
mempelajari filsafat pancasila ada dua hal yang lebih dahuli kita pelajari
yaitu pancasila dalam filsafat mempelajari pancasila melalui pendekatan sejarah
supaya akan dapat mengetahui berbagai peristiwa yang terjadi dari waktu ke
waktu di tanah air kita.
1.2. Batas Masalah
Untuk
menghindari adanya kesimpangsiuran di dalam pembahasan makalah ini,maka penulis
membatasi pokok bahasan yang akan di bahas yaitu:
1.Landasan Pendidikan Pancasila, serta tujuan pendidikan
pancasila.
2.Pancasila dalam konteks sejarah perjuangan bahasa
indonesia.
3.Pancasila sebagai sistem filsafar.
4. Pancasila sebagai etika politik.
5. Pancasila sebagai iddeologi nasional.
6. Pancasila sebagai konteks ketatanegaraan republic
indonesia.
7. Pancasila sebagai paragdima kehidupan.
1.2.Tujuan Penulisan
BAB II
KAJIAN
PUSTAKA
BAB III
PEMBAHASAN
2.1.
Pengertian Filsafat
Secara etimologis istilah ”filsafat“
atau dalam bahasa Inggrisnya “philosophi” adalah berasal dari bahsa
Yunani “philosophia” yang secara lazim diterjemahkan sebagai “cinta
kearifan” kata philosophia tersebut berakar pada kata “philos”
(pilia, cinta) dan “sophia” (kearifan). Berdasarkan pengertian
bahasa tersebut filsafat berarti cinta kearifan. Kata kearifan bisa juga
berarti “wisdom” atau kebijaksanaan sehingga filsafat bisa juga berarti
cinta kebijaksanaan. Berdasarkan makna kata tersebut maka mempelajari
filsafat berarti merupakan upaya manusia untuk mencari kebijaksanaan hidup yang
nantinya bisa menjadi konsep kebijakan hidup yang bermanfaat bagi peradaban
manusia. Seorang ahli pikir disebut filosof, kata ini mula-mula dipakai oleh
Herakleitos.
Pengetahuan bijaksana memberikan
kebenaran, orang, yang mencintai pengetahuan bijaksana, karena itu yang
mencarinya adalah oreang yang mencintai kebenaran. Tentang mencintai kebenaran
adalah karakteristik dari setiap filosof dari dahulu sampai sekarang. Di dalam
mencari kebijaksanaan itu, filosof mempergunakan cara dengan berpikir
sedalam-dalamnya (merenung). Hasil filsafat (berpikir sedalam-dalamnya) disebut
filsafat atau falsafah. Filsafat sebagai hasil berpikir sedalam-dalamnya
diharapkan merupakan suatu yang paling bijaksana atau setidak-tidaknya
mendekati kesempurnaan.
Beberapa tokoh-tokoh filsafat
menjelaskan pengertian filsafat adalah sebagai berikut:
•
Socrates (469-399 s.M.)
Filsafat adalah suatu bentuk
peninjauan diri yang bersifat reflektif atau berupa perenungan terhadap
azas-azas dari kehidupan yang adil dan bahgia. Berdasarkan pemikiran tersebut
dapat dikembangkan bahwa manusia akan menemukan kebahagiaan dan keadilan jika
mereka mampu dan mau melakukan peninajauan diri atau refleksi diri
sehingga muncul koreksi terhadap diri secara obyektif
•
Plato (472 – 347 s. M.)
Dalam karya tulisnya “Republik”
Plato menegaskan bahwa para filsuf adalah pencinta pandangan tentang kebenaran
(vision of truth). Dalam pencarian dan menangkap pengetahuan mengenai ide
yang abadi dan tak berubah. Dalam konsepsi Plato filsafat merupakan pencarian
yang bersifat spekulatif atau perekaan terhadap pandangan tentang seluruh
kebenaran. Filsafat Plato ini kemudan digolongkan sebagai filsafat spekulatif.
1.2.
Pengertian Pancasila
Kata Pancasila berasal dari
kata Sansakerta (Agama Buddha) yaitu untuk mencapai Nirwana diperlukan 5
Dasar/Ajaran, yaitu
1.
Jangan
mencabut nyawa makhluk hidup/Dilarang membunuh.
2.
Jangan
mengambil barang orang lain/Dilarang mencuri
3.
Jangan
berhubungan kelamin/Dilarang berjinah
1.3.Pengertian
Pancasila Secara Etimologis
Perkataan Pancasil mula-mula
terdapat dalam perpustakaan Buddha yaitu dalam Kitab Tripitaka dimana dalam
ajaran buddha tersebut terdapat suatu ajaran moral untuk mencapai nirwana/surga
melalui Pancasila yang isinya 5 J [idem].
1.4.Pengertian
Pancasila Secara Termitologis
Proklamasi 17 Agustus 1945 telah
melahirkan Negara RI untuk melengkapai alat2 Perlengkapan Negara PPKI
mengadakan sidang pada tanggal 18 Agustus 1945 dan berhasil mengesahkan UUD 45
dimana didalam bagian Pembukaan yang terdiri dari 4 Alinea didalamnya tercantum
rumusan Pancasila. Rumusan Pancasila tersebut secara Konstitusional sah dan
benar sebagai dasar negara RI yang disahkan oleh PPKI yang mewakili seluruh
Rakyat Indonesia.
1.5.Pengertian
Filsafat Pancasila
Pancasila dikenal sebagai filosofi
Indonesia. Kenyataannya definisi filsafat dalam filsafat Pancasila telah diubah
dan diinterpretasi berbeda oleh beberapa filsuf Indonesia. Pancasila dijadikan
wacana sejak 1945. Filsafat Pancasila senantiasa diperbarui sesuai dengan
“permintaan” rezim yang berkuasa, sehingga Pancasila berbeda dari waktu ke
waktu.
a.
Filsafat Pancasila Asli
Pancasila merupakan konsep adaptif
filsafat Barat. Hal ini merujuk pidato Sukarno di BPUPKI dan banyak pendiri
bangsa merupakan alumni Universitas di Eropa, di mana filsafat barat merupakan
salah satu materi kuliah mereka. Pancasila terinspirasi konsep humanisme,
rasionalisme, universalisme, sosiodemokrasi, sosialisme Jerman, demokrasi
parlementer, dan nasionalisme.
b.
Filsafat Pancasila versi Soekarno
Filsafat Pancasila kemudian
dikembangkan oleh Sukarno sejak 1955 sampai berakhirnya kekuasaannya (1965).
Pada saat itu Sukarno selalu menyatakan bahwa Pancasila merupakan filsafat asli
Indonesia yang diambil dari budaya dan tradisi Indonesia dan akulturasi budaya
India (Hindu-Budha), Barat (Kristen), dan Arab (Islam). Menurut Sukarno
“Ketuhanan” adalah asli berasal dari Indonesia, “Keadilan Soasial” terinspirasi
dari konsep Ratu Adil. Sukarno tidak pernah menyinggung atau mempropagandakan
“Persatuan”.
c.
Filsafat Pancasila versi Soeharto
Oleh Suharto filsafat Pancasila
mengalami Indonesiasi. Melalui filsuf-filsuf yang disponsori Depdikbud, semua
elemen Barat disingkirkan dan diganti interpretasinya dalam budaya Indonesia,
sehingga menghasilkan “Pancasila truly Indonesia”. Semua sila dalam Pancasila
adalah asli Indonesia dan Pancasila dijabarkan menjadi lebih rinci (butir-butir
Pancasila). Filsuf Indonesia yang bekerja dan mempromosikan bahwa filsafat
Pancasila adalah truly Indonesia antara lain Sunoto, R. Parmono, Gerson W.
Bawengan, Wasito Poespoprodjo, Burhanuddin Salam, Bambang Daroeso, Paulus
Wahana, Azhary, Suhadi, Kaelan, Moertono, Soerjanto Poespowardojo, dan
Moerdiono.
Berdasarkan penjelasan diatas maka
pengertian filsafat Pancasila secara umum adalah hasil berpikir/pemikiran yang
sedalam-dalamnya dari bangsa Indonesia yang dianggap, dipercaya dan diyakini
sebagai sesuatu (kenyataan, norma-norma, nilai-nilai) yang paling benar, paling
adil, paling bijaksana, paling baik dan paling sesuai bagi bangsa Indonesia.
Selanjutnya filsafat Pancasila
mengukur adanya kebenran yang bermacam-macam dan bertingkat-tingkat sebgai
berikut:
1.
Kebenaran
indra (pengetahuan biasa),
2.
Kebenaran
ilmiah (ilmu-ilmu pengetahuan),
3.
Kebenaran
filosofis (filsafat),
4.
Kebenaran
religius (religi).
Menurut Hegel hakikat filsafatnya
ialah suatu sintese pikiran yang lahir dari antitese pikiran. Dari pertentangan
pikiran lahirlah paduan pendapat yang harmonis. Dan ini adalah tepat. Begitu
pula denga ajaran Pancasila suatu sintese negara yang lahir dari antitese.
1.6. Objek
Filsafat
Pada dasarnya filsafat atau
berfilsafat bukanlah sesuatu yang asing dan terlepas dari kehidupan
sehari-hari, karena segala sesuatu yang ada dan yang mungkin serta dapat
difikirkan bisa menjadi objek filsafat apabila selalu dipertanyakan, difikirkan
secara radikal guna mencapai kebenaran. Louis Kattsoff menyebutkan bahwa
lapangan kerja filsafat itu bukan main luasnya yaitu meliputi segala
pengetahuan manusia serta segala sesuatu yang ingin diketahui manusia,
Langeveld (1955) menyatakan bahwa filsafat itu berpangkal pada pemikiran
keseluruhan serwa sekalian secara radikal dan menurut sistem, sementara itu
Mulder (1966) menjelaskan bahwa tiap-tiap manusia yang mulai berfikir tentang diri
sendiri dan tentang tempat-tempatnya dalam dunia akan menghadapi beberapa
persoalan yang begitu penting.
E.C.
Ewing dalam bukunya Fundamental Questions of Philosophy (1962) menyatakan bahwa
pertanyaan-pertanyaan pokok filsafat (secara tersirat menunjukan objek
filsafat) ialah : Truth (kebenaran), Matter (materi), Mind (pikiran), The
Relation of matter and mind (hubungan antara materi dan pikiran), Space and
Time (ruang dan waktu), Cause (sebab-sebab), Freedom (kebebasan), Monism versus
Pluralism (serba tunggal lawan serba jamak), dan God (Tuhan)
Pendapat-pendapat tersebut di atas
menggambarkan betapa luas dan mencakupnya objek filsafat baik dilihat dari
substansi masalah maupun sudut pandang nya terhadap masalah, sehingga dapat
disimpulkan bahwa objek filsafat adalah segala sesuatu yang maujud dalam sudut
pandang dan kajian yang mendalam (radikal). Secara lebih sistematis para akhli
membagi objek filsafat ke dalam objek material dan obyek formal. Obyek material
adalah objek yang secara wujudnya dapat dijadikan bahan telaahan dalam
berfikir, sedangkan obyek formal adalah objek yang menyangkut sudut pandang
dalam melihat obyek material tertentu.
Menurut Endang Saefudin Anshori
(1981) objek material filsafat adalah sarwa yang ada (segala sesuatu yang
berwujud), yang pada garis besarnya dapat dibagi atas tiga persoalan pokok
yaitu : 1). Hakekat Tuhan; 2). Hakekat Alam; dan 3). Hakekat manusia, sedangkan
objek formal filsafat ialah usaha mencari keterangan secara radikal terhadap
objek material filsafat. Dengan demikian objek material filsafat mengacu pada
substansi yang ada dan mungkin ada yang dapat difikirkan oleh manusia,
sedangkan objek formal filsafat menggambarkan tentang cara dan sifat berfikir
terhadap objek material tersebut, dengan kata lain objek formal filsafat
mengacu pada sudut pandang yang digunakan dalam memikirkan objek material
filsafat.
1.7.Pancasila
sebagai ilmu
Filsafat seabagai induk ilmu
pengetahuan. Pengetahuan dimulai dari rasa ingin tahu, kepastian pancasila
sebagai system filsafat. Pancasila sebagai system filsafat adalah pengungkapan.
Filsafat sebagai ilmu atau metode dan filsafat sebagai pandangan hidup hakikat
pancasila sebagai suatu system pengetahuan. Pancasila sebagai system filsafat
pada syarat-syarat filsafat sebagai ilmu adalah pengetahuan hidup “atau
filsafat Negara republic Indonesia yang berdasarkan uud-45 dan pancasila.
Filsafat
ilmu adalah dua kata yang saling terkait, baik secara substansial maupun
historis karena kelahiran ilmu tidak lepas dari peranan filsafat, sebaiknya
perkembangan ilmu memperkuat keberadaan filsafat. Kelahiran filsafat di Yunani
menunjukkan pola pemikiran bangsa Yunani dari pandangan mitologi akhirnya
lenyap dan pada gilirannya rasiolah yang dominan.
Perubahan
dari pola pikir mite-mite kerasio membawa implikasi yang tidak kecil. Alam
dengan segala gejalanya, yang selama itu ditakuti kemudian didekati dan bahkan
bisa dikuasai. Perubahan yang mendasar adalah ditemukannya hukum-hukum alam dan
teori-teori ilmiah yang menjelaskan perubahan yang terjadi, baik alam semesta
maupun pada manusia sendiri.
Filsafat mengambil peran penting
karena dalam filsafat kita bias menjumpai pandangan-pandangan tentang apa saja
(kompleksitas, mendiskusikan dan menguji kesahihan dan akuntabilitas pemikiran
serta gagasan-gagasan yang bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah dan
intelektual (Bagir, 2005). Menurut kamus Webster New World Dictionary, kata science berasal dari kata latin, scire yang artinya mengetahui. Secara bahasa science berarti “keadaan atau fakta
mengetahui dan sering diambil dalam arti pengetahuan (knowledge) yang dikontraskan melalui intuisi
atau kepercayaan. Namun kata ini mengalami perkembangan dan perubahan makna
sehingga berarti pengetahuan yang sistematis yang berasal dari 11 observasi, kajian, dan percobaan-percobaan yang
dilakukan untuk menetukan sifat dasar atau prinsip apa yang dikaji. Sedangkan
dalam bahasa Arab, ilmu (ilm) berasal dari kata alima yang artinya mengetahui. Jadi ilmu secara harfiah
tidak terlalu berbeda dengan science yang berasal dari kata scire. Namun ilmu memiliki ruang lingkup yang berbeda
dengan science (sains).
Filsafat ilmu adalah bagian dari
filsafat pengetahuan atau sering juga disebut epistimologi. Epistimologi
berasal dari bahasa Yunani yakni episcmc yang berarti knowledge, pengetahuan dan logos yang berarti teori. Istilah ini pertama kali
dipopulerkan oleh J.F. Ferier tahun 1854 yang membuat dua cabang filsafat yakni
epistemology dan ontology, ontology
1.8.
Setiap sila
pada dasarnya merupakan azas dan fungsi sendiri-sendiri, namun secara keseluruhan
merupakan suatu kesatuan yang sistematik. Kesatuan Sila-sila Pancasila yang bersifat organis.
Pancasila suatu kesatuan yang
majemuk tunggal, setiap sila tidak dapat berdiri sendiri terlepas dari sila
lainnya, diantara sila satu dan lainnya tidak saling bertentangan. Inti dan isi
Pancasila adalah Manusia monopluralis yang memiliki unsur-unsur susunan
kodrat (jasmani – rohani), sifat kodrat (individu-makhluk sosial),
kedudukan kodrat sebagai pribadi berdiri sendiri, yaitu makhluk Tuhan YME.
Pancasila merupakan penjelmaan hakekat manusia monopluralis sebagai
kesatuan organis
Pancasila
sebagai suatu sistem filsafat ditinjau dari aspek ontologis, epistemologis dan
aksiologis
a. Aspek Ontologis
Ontologi
ialah penyelidikan hakikat ada (esensi) dan keberadaan (eksistensi) segala
sesuatu: alam semesta, fisik, psikis, spiritual, metafisik, termasuk kehidupan
sesudah mati, dan Tuhan. Ontologi Pancasila mengandung azas dan nilai antara
lain:
- Tuhan yang mahaesa adalah
sumber eksistensi kesemestaan. Ontologi ketuhanan bersifat religius,
supranatural, transendental dan suprarasional;
- Ada – kesemestaan, alam
semesta (makrokosmos) sebagai ada tak terbatas, dengan wujud dan hukum
alam, sumber daya alam yang merupakan prwahana dan sumber kehidupan semua
makhluk: bumi, matahari, zat asam, air, tanah subur, pertambangan, dan
sebagainya;
- Eksistensi subyek/
pribadi manusia: individual, suku, nasional, umat manusia (universal).
Manusia adalah subyek unik dan mandiri baik personal maupun nasional,
merdeka dan berdaulat. Subyek pribadi mengemban identitas unik: menghayati
hak dan kewajiban dalam kebersamaan dan kesemestaan (sosial-horisontal
dengan alam dan sesama manusia), sekaligus secara sosial-vertikal
universal dengan Tuhan. Pribadi manusia bersifat utuh dan unik dengan
potensi jasmani-rohani, karya dan kebajikan sebagai pengemban amanat
keagamaan;
b. Aspek Epistemologis
Epistemologi
menyelidiki sumber, proses, syarat-syarat batas, validitas dan hakikat ilmu.
Epistemologi Pancasila secara mendasar meliputi nilai-nilai dan azas-azas:
- Mahasumber ialah Tuhan,
yang menciptakan kepribadian manusia dengan martabat dan potensi unik yang
tinggi, menghayati kesemestaan, nilai agama dan ketuhanan. Kepribadian
manusia sebagai subyek diberkati dengan martabat luhur: pancaindra, akal,
rasa, karsa, cipta, karya dan budi nurani. Kemampuan martabat manusia
sesungguhnya adalah anugerah dan amanat ketuhanan/ keagamaan.
- Sumber pengetahuan
dibedakan dibedakan secara kualitatif, antara:
·
Sumber primer, yang tertinggi
dan terluas, orisinal: lingkungan alam, semesta, sosio-budaya, sistem
kenegaraan dan dengan dinamikanya;
·
Sumber sekunder: bidang-bidang
ilmu yang sudah ada/ berkembang, kepustakaan, dokumentasi;
·
Sumber tersier: cendekiawan,
ilmuwan, ahli, narasumber, guru.
- Wujud dan tingkatan
pengetahuan dibedakan secara hierarkis:
·
Pengetahuan indrawi;
·
Pengetahuan ilmiah;
·
Pengetahuan filosofis;
·
Pengetahuan religius.
c. Aspek aksiologis
Aksiologi
menyelidiki pengertian, jenis, tingkatan, sumber dan hakikat nilai secara
kesemestaan. Aksiologi Pancasila pada hakikatnya sejiwa dengan ontologi dan
epistemologinya. Pokok-pokok aksiologi itu dapat disarikan sebagai berikut:
- Tuhan yang mahaesa
sebagai mahasumber nilai, pencipta alam semesta dan segala isi beserta
antarhubungannya, termasuk hukum alam. Nilai dan hukum moral mengikat
manusia secara psikologis-spiritual: akal dan budi nurani, obyektif mutlak
menurut ruang dan waktu secara universal. Hukum alam dan hukum moral
merupakan pengendalian semesta dan kemanusiaan yang menjamin
multieksistensi demi keharmonisan dan kelestarian hidup.
- Subyek manusia dapat
membedakan hakikat mahasumber dan sumber nilai dalam perwujudan Tuhan yang
mahaesa, pencipta alam semesta, asal dan tujuan hidup manusia (sangkan
paraning dumadi, secara individual maupun sosial).
- Nilai-nilai dalam
kesadaran manusia dan dalam realitas alam semesta yang meliputi: Tuhan
yang mahaesa dengan perwujudan nilai agama yang diwahyukan-Nya, alam
semesta dengan berbagai unsur yang menjamin kehidupan setiap makhluk dalam
antarhubungan yang harmonis, subyek manusia yang bernilai bagi dirinya
sendiri (kesehatan, kebahagiaan, etc.) beserta aneka kewajibannya.
Cinta kepada keluarga dan sesama adalah kebahagiaan sosial dan psikologis
yang tak ternilai. Demikian pula dengan ilmu, pengetahuan, sosio-budaya
umat manusia yang membentuk sistem nilai dalam peradaban manusia menurut
tempat dan zamannya.
1.9.Pancasila Sebagai Falsafah Bangsa Indonesia
Pancasila
sebagai dasar falsafah negara Indonesia, dapatlah kita temukan dalam beberapa
dokumen historis dan di dalam perundang-undangan negara Indonesia seperti di
bawah ini :
a.
Dalam Pidato Ir. Soekarno
tanggal 1 Juni 1945.
Dalam Naskah Politik yang bersejarah, tanggal 22 Juni 1945
alinea IV yang kemudian dijadikan naskah rancangan Pembukaan UUD 1945 (terkenal
dengan sebutan Piagam Jakarta).
b.
Dalam naskah Pembukaan UUD
Proklamasi 1945, alinea IV.
c.
Dalam Mukadimah Konstitusi
Republik Indonesia Serikat (RIS)
tanggal
27 Desember 1945, alinea IV.
d.
Dalam Mukadimah UUD Sementara
Republik Indonesia (UUDS RI) tanggal
17 Agustus
1950.
e.
Dalam Pembukaan UUD 1945,
alinea IV setelah Dekrit Presiden RI tanggal 5 Juli 1959.
Mengenai
perumusan dan tata urutan Pancasila yang tercantum dalam dokumen historis dan
perundang-undangan negara tersebut di atas adalah agak berlainan tetapi inti
dan fundamennya adalah tetap sama sebagai berikut :
1.
Pancasila Sebagai Dasar
Falsafat Negara Dalam Pidato Tanggal 1 Juni 1945 Oleh Ir. Soekarno
Ir. Soekarno
dalam pidatonya pada tanggal 1 Juni 1945 untuk pertamakalinya mengusulkan
falsafah negara Indonesia dengan perumusan dan tata urutannya sebagai berikut:
a.
Kebangsaan Indonesia.
b.
Internasionalisme atau
Prikemanusiaan.
c.
Mufakat atau Demokrasi.
d.
Kesejahteraan sosial.
e.
Ketuhanan.
2.
Pancasila Sebagai Dasar
Falsafah Negara Dalam Naskah Politik Yang Bersejarah (Piagam Jakarta Tanggal 22
Juni 1945)
Badan
Penyelidik Persiapan Kemerdekaan (BPPK) yang Istilah Jepangnya Dokuritsu Jumbi
Cosakai, telah membentuk beberapa panitia kerja yaitu :
a.
Panitia Perumus terdiri atas 9
orang tokoh, pada tanggal 22 Juni 1945, telah berhasil menyusun sebuah naskah
politik yang sangat bersejarah dengan nama Piagam Jakarta, selanjutnya pada
tanggal 18 Agustus 1945, naskah itulah yang ditetapkan sebagai naskah rancangan
Pembukaan UUD 1945.
b.
Panitia Perancang
Undang-Undang Dasar yang diketuai oleh Ir. Soekarno yang kemudian membentuk
Panitia Kecil Perancang UUD yang diketuai oleh Prof. Mr. Dr. Soepomo, Panitia
ini berhasil menyusun suatu rancangan UUD-RI.
c.
Panitia
Ekonomi dan Keuangan yang diketuai oleh Drs. Mohammad Hatta.
d.
Panitia
Pembelaan Tanah Air, yang diketuai oleh Abikusno Tjokrosujoso.
Untuk pertama kalinya falsafah Pancasila sebagai falsafah
negara dicantumkan autentik tertulis di dalam alinea IV dengan perumusan dan
tata urutan sebagai berikut :
a.
Ketuhanan,
dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya.
b.
Kemanusiaan
yang Adil dan Beradab.
c.
Kerakyatan
yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan / perwakilan.
d.
Keadilan
sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
:
- Mengakui
persamaan derajat, persamaan hak dan kewajiban antara sesama manusia.
- Dalam
sila kemanusiaan yang adil dan beradab tersimpul sifat – sifat kepribadian
bangsa Indonesiaatau kepribadian bangsa Pancasila.
- Parapendiri
bangsa telah merumuskan nilai-nilai kehidupan berbangsa dan bernegara
sebagai landasan perilaku kehidupan bangsaIndonesiadalam suatu konsepsi
falsafah. Konsepsi yang telah disepakati itu bersifat netral dalam
perumusannya dan berwatak universal dalam nilai dan pelaksanaannya,
sehingga dapat dilaksanakan oleh setiap warga negara secara subjektif
sesuai dengan agama dan kepercayaannya, nilai-nilai budaya yang
diyakininya, namun tidak akan saling bertentangan. Nilai-nilai itu
kemudian disepakati disebut dengan Pancasila.
- Mengembangkan
sikap tenggang rasa
- Menjunjung
tinggi nilai kemanusiaan
- Berani
membela kebenaran dan keadilan
- Tidak
semena – mena terhadap orang lain
- Bahwa
didalam sila kemanusiaan yang adil dan beradab tersimpul cita – cita
kemanusiaan yang lengkap dan sempurna
4.2 Saran :
Warganegara Indonesia merupakan sekumpulan orang yang
hidup dan tinggal di negara Indonesia Oleh karena itu sebaiknya warga negara
Indonesia harus lebih meyakini atau mempercayai, menghormati, menghargai
menjaga, memahami dan melaksanakan segala hal yang telah dilakukan oleh para
pahlawan khususnya dalam pemahaman bahwa falsafah Pancasila adalah sebagai
dasar falsafah negara Indonesia. Sehingga kekacauan yang sekarang terjadi ini
dapat diatasi dan lebih memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa dan negara
Indonesia ini
Daftar Pustaka :
0 komentar:
Posting Komentar