Sabtu, 30 November 2013

Beranda » » Makalah HAM

Makalah HAM

BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang
            Hak merupakan unsur normatif yang melekat pada diri setiap manusia yang dalam penerapannya berada pada ruang lingkup hak persamaan dan hak kebebasan yang terkait dengan interaksinya antara individu atau dengan instansi. Hak juga merupakan sesuatu yang harus diperoleh. Hak Asasi Manusia (HAM) sebenarnya sudah melekat pada diri manusia itu sendiri dari sejak lahir. Artinya, sejak bayi manusia sudah mempunyai hak asasi yang diberikan oleh Tuhan Yang Maha Esa (hak untuk hidup). Secara kodrati hak asasi manusia tidak boleh dirampas oleh siapapun. Hal tersebut dikarenakan setiap manusia memiliki hak dan kewajibannya masing-masing. Oleh karena itu, setiap manusia mempunyai kewajiban  saling menghormati hak asasi yang dimiliki satu sama lain.
            Masalah Hak Asasi Manusia (HAM) adalah sesuatu hal yang sering kali dibicarakan dan dibahas terutama dalam era reformasi ini. Hak Asasi Manusia (HAM) lebih dijunjung tinggi dan lebih diperhatikan dalam era reformasi dari pada era sebelum reformasi. Perlu diingat bahwa dalam hal pemenuhan hak, kita hidup tidak sendiri dan kita hidup bersosialisasi dengan orang lain. Namun, kenyataannya kebanyakan orang seringkali  tidak mengetahui ataupun tidak bisa membedakan antara hak dan kewajiban mereka sendiri. Hal ini mengakibatkan seringnya terjadi pelanggaran HAM dibanyak negara salah satunya Indonesia.Melihat banyaknya pelanggaran HAM tersebut menimbulkanbanyaknya masalah sosial. Contoh konkret pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) di Indonesia yang sangat terkenal dan fenomenal adalah kasus pembunuhan aktifis HAM yang bernama Munir yang terjadi pada tanggal 7 September 2004 di dalam pesawat Garuda Indonesia yang kasusnya belum terungkap dengan jelas sampai saat ini. Untuk itu, dengan cerminan kasus tersebut makakita sebagai warga yang beradab dan religius diharapkan tidak melakukan pelanggaran HAM terhadap orang lain dalam usaha perolehan atau pemenuhan HAM pada diri kita sendiri. Dalam hal ini penulis merasa tertarik untuk membuat makalah tentang HAM. Maka dengan ini penulis mengambil judul “Hak Asasi Manusia”.

B.       Batasan Masalah
            Untuk memperjelas ruang lingkup pembahasan, maka masalah yang dibahas dibatasi pada masalah ruang lingkup HAM yang ada di Indonesia. Adapun rumusan masalahnya yaitu sebagai berikut:
1)      Bagaimana perkembangan Hak Asasi manusia (HAM) di Indonesia?
2)      Bagaimana proses penegakan Hak Asasi Manusia (HAM) di Indonesia?
3)      Bagaimana upaya pemerintah dan masyarakat Indonesia dalam menegakkan Hak Asasi Manusia (HAM)?
4)      Bagaimana cara penanganan kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) di Indonesia?

C.      Tujuan Penulisan
Penulisan ini bertujuan untuk yaitu :
1)      Mengetahui perkembangan Hak Asasi Manusia (HAM) di Indonesia
2)      Mengetahui proses penegakan Hak Asasi Manusia (HAM) di Indonesia
3)      Mengetahui upaya pemerintah dan masyarakat Indonesia dalam menegakkan Hak Asasi Manusia
4)      Mengetahui cara penanganan kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) di Indonesia


BAB II
KAJIAN PUSTAKA

A.    Pengertian HAM
            Istilah hak asasi manusia (Human Right) muncul pada tahun 1948 bersamaan dengan lahirnya Declaration of Human Right. Istilah ini diciptakan oleh Anna Elleanor Roosevelt, istri presiden ke-32 Amerika Serikat yang bernama Franklin Delano Roosevelt. Penyebutan istilah ini dianggap lebih sesuai daripada yang popular sebelumnya, yaitu The Right of Manyang dirasakan kurang mencakup The Right of Woman. Pada umumnya pakar HAM Barat berpendapat bahwa lahirnya HAM dimulai dengan lahirnya Magna Charta.
            Adapun pengertian hak asasi manusia (HAM) menurut beberapa pendapat adalah sebagai berikut :
a.       John Locke
Dalam bukunya “Two Treaties on Civil Goverment” ia menjelaskan hak asasi manusia adalah hak yang dibawa oleh manusia sejak lahir dan bersifat kodrati melekat pada diri setiap manusia serta tidak dapat diganggu gugat.
b.      Jan Materson
Seorang anggota komisi hak asasi manusia (HAM) dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) ini merumuskan pengertian HAM dengan ungkapan, “Human right could be generally defines as those right which are inherent in our nature and without which we can not live as human being’.Artinya, HAM adalah hak-hak yang secara inheren melekat dalam diri manusia dan tanpa hak itu manusia tidak dapat hidup sebagai manusia.
c.       Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia
 Dalam pasal 1 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM disebutkan bahwa “Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakekat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi, dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah dansetiap orang, demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia”.
            Berdasarkan beberapa pengertian di atas dapat dipahami bahwa hak asasi manusia merupakan hak universal yang dimiliki oleh setiap manusia sebagai anugerah Tuhan dan dibawa semenjak lahir. Secara lebih khusus, hak asasi manusia ini dapat dilihat dari dua makna.
            Pertama, HAM merupakan hak alami yang melekat pada dalam diri setiap manusia sejak lahir ke dunia. Oleh karena itu, tidak ada seorang pun yang diperkenankan merampas hak tersebut dari tangan pemiliknya.
            Kedua,HAM merupakan instrumen untuk menjaga harkat dan martabat manusia sesuai dengan kodrat kemanusiaannya yang luhur. Tanpa adanya hak asasi, manusia tidak akan dapat hidup sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaannya sebagai makhluk Tuhan yang paling mulia.

B.  Sejarah Lahirnya Hak Asasi Manusia
       Pengakuan dan penghargaan terhadap hak asasi manusia telah mengalami sejarah panjang. Pengakuan tersebut dimulai dari piagam-piagam berikut ini.
1)      Piagam Madinah. Piagam ini merupakan piagam HAM yang dibuat oleh nabi Muhammad saw. pada tahun 662 Masehi. Pada piagam ini tertuang pengakuan dan perlindungan akan hak asasi setiap manusia tanpamemandang asal usul dan tingkat kebangsawan. Piagam Madinah diakui sebagai salah satu piagam paling komprehensif dalam melindungi hak asasi manusia.
2)      Magna Charta (Piagam Agung, 1215). Magna Charta merupakan suatu dokumen yang mencatat tentang beberapa hak yang diberikan oleh Raja John dari Inggris kepada para bangsawan bawahannya atas tuntutan mereka.
3)      Bill of Right (Undang-Undang Hak,1689), yaitu suatu undang-undang yang diterima oleh parlemen Inggris sesudah berhasil dalam tahun sebelumnya mengadakan perlawanan terhadap Raja James II, dalam suatu revolusi tak berdarah.
4)      Declarations des droits de I’homme et du citoyen (Pernyataan Hak-hak Manusia dan Warga Negara, 1789), yaitu suatu naskah yang dicetuskan pada permulaan Revolusi Prancis sebagai perlawanan terhadap kesewenangan dari rezim lama.
5)      Bill of Right (Undang-Undang Hak), yaitu suatu naskah yang disusun oleh rakyat Amerika dalam tahun 1789 dan menjadi bagian dari undang-undang dasar pada tahun 1791.

C.      Ruang Lingkup dan Hakikat Hak Asasi Manusia (HAM)
            Ruang lingkup HAM meliputi:
1)      Hak pribadi: hak-hak persamaan hidup, kebebasan, keamanan, dan lain-lain;
2)      Hak milik pribadi dan kelompok sosial tempat seseorang berada;
3)      Kebebasan sipil dan politik untuk dapat ikut serta dalam pemerintahan; serta
4)      Hak-hak berkenaan dengan masalah ekonomi dan sosial.
            Hakikat Hak Asasi Manusia sendiri adalah merupakan upaya menjaga keselamatan eksistensi manusia secara utuh melalui aksi keseimbangan antara kepentingan perseorangan dengan kepentingan umum. Begitu juga upaya menghormati, melindungi, dan menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia menjadi kewajiban dan tangung jawab bersama antara individu, pemeritah (Aparatur Pemerintahan baik Sipil maupun Militer),dan negara.
            Berdasarkan beberapa rumusan hak asasi manusia di atas, dapat ditarik kesimpulan tentang beberapa sisi pokok hakikat hak asasi manusia, yaitu :
1)      HAM tidak perlu diberikan, dibeli ataupun di warisi, HAM adalah bagian dari manusia secara otomatis.
2)      HAM berlaku untuk semua orang tanpa memandang jenis kelamin, ras, agama, etnis, pandangan politik atau asal usul sosial, dan bangsa.
3)      HAM tidak bisa dilanggar, tidak seorangpun mempunyai hak untuk membatasi atau melanggar hak orang lain. Orang tetap mempunyai HAM walaupun sebuah negara membuat hukum yang tidak melindungi atau melanggar HAM.
D.      Hak Asasi Manusia (HAM) pada tataran Global
            Sebelum konsep HAM diritifikasi PBB, terdapat beberapa konsep utama mengenai HAM ,yaitu:
1)      Ham menurut konsep Negara-negara Barat
a)      Ingin meninggalkan konsep Negara yang mutlak.
b)      Ingin mendirikan federasi rakyat yang bebas.
c)      Filosofi dasar: hak asasi tertanam pada diri individu manusia.
d)     Hak asasi lebih dulu ada daripada tatanan Negara.

2)      HAM menurut konsep sosialis;
a)    Hak asasi hilang dari individu dan terintegrasi dalam masyarakat
b)   Hak asasi tidak ada sebelum Negara ada.
c)    Negara berhak membatasi hak asasi manusia apabila situasi menghendaki.

3)      HAM menurut konsep bangsa-bangsa Asia dan Afrika:
a)    Tidak boleh bertentangan ajaran agama sesuai dengan kodratnya.
b)   Masyarakat sebagai keluarga besar, artinya penghormatan utama terhadap kepala keluarga
c)    Individu tunduk kepada kepala adat yang menyangkut tugas dan kewajiban sebagai anggota masyarakat.



4)      HAM menurut konsep PBB;
Konsep HAM ini dibidani oleh sebuah komisi PBB yang dipimpin oleh Elenor Roosevelt dan secara resmi disebut Universal Decralation of Human Rights”.
Universal Decralation of Human Rights menyatakan bahwa setiap orang mempunyai:
a)      Hak untuk hidup
b)      Kemerdekaan dan keamanan badan
c)      Hak untuk diakui kepribadiannya menurut hukum
d)     Hak untuk mendapat jaminan hukum dalam perkara pidana
e)      Hak untuk masuk dan keluar wilayah suatu Negara
f)       Hak untuk mendapat hak milik atas benda
g)      Hak untuk bebas mengutarakan pikiran dan perasaan
h)      Hak untuk bebas memeluk agama
i)        Hak untuk mendapat pekerjaan
j)        Hak untuk berdagang
k)      Hak untuk mendapatkan pendidikan
l)        Hak untuk turut serta dalam gerakan kebudayaan masyarakat
m)    Hak untuk menikmati kesenian dan turut serta dalam kemajuan keilmuan.

E.       Macam-Macam Hak Asasi Manusia
             Berdasarkan pengelompokan di atas secara garis besar HAM sebagai berikut:
1)     Hak asasi pribadi / personal Right
- Hak kebebasan untuk bergerak, bepergian dan berpindah-pndah tempat
- Hak kebebasan mengeluarkan atau menyatakan pendapat
- Hak kebebasan memilih dan aktif di organisasi atau perkumpulan
- Hak kebebasan untuk memilih, memeluk, dan menjalankan agama dan
     kepercayaan yang diyakini masing-masing
2)      Hak asasi politik / Political Right
- Hak untuk memilih dan dipilih dalam suatu pemilihan
- hak ikut serta dalam kegiatan pemerintahan
- Hak membuat dan mendirikan parpol / partai politik dan organisasi           politik lainnya
- Hak untuk membuat dan mengajukan suatu usulan petisi
3)      Hak azasi hukum / Legal Equality Right
- Hak mendapatkan perlakuan yang sama dalam hukum dan pemerintahan
- Hak untuk menjadi pegawai negeri sipil / pns
- Hak mendapat layanan dan perlindungan hukum
4)      Hak azasi Ekonomi / Property Rigths
- Hak kebebasan melakukan kegiatan jual beli
- Hak kebebasan mengadakan perjanjian kontrak
- Hak kebebasan menyelenggarakan sewa-menyewa, hutang-piutang, dll
- Hak kebebasan untuk memiliki susuatu
- Hak memiliki dan mendapatkan pekerjaan yang layak
5)      Hak Asasi Peradilan / Procedural Rights
- Hak mendapat pembelaan hukum di pengadilan
- Hak persamaan atas perlakuan penggeledahan, penangkapan, penahanan   dan penyelidikan di mata hukum.
6)      Hak asasi sosial budaya / Social Culture Right
- Hak menentukan, memilih dan mendapatkan pendidikan
- Hak mendapatkan pengajaran
- Hak untuk mengembangkan budaya yang sesuai dengan bakat dan minat





BAB III
PEMBAHASAN

A.      PERKEMBANGAN HAM DI INDONESIA
            Memang jika ditilik dari defenisi HAM maka di Indonesia tercatat banyak sekali kasus yang terjadi khususnya di bidang HAM. Misalnya kasus-kasus penggusuran rumah-rumah warga yang dibangun di sekitar jembatan, pembersihan para pedagang kaki lima yang sering meresahkan para pengguna jalan raya seperti para pengguna kendaraan bermotor dan para pejalan kaki
Berikut adalah perkembangan HAM di Indonesia
1)      Periode Sebelum Kemerdekaan ( 1908 – 1945 )
a)      Boedi Oetomo
          Dalam konteks pemikiran HAM, pemimpin Boedi Oetomo telah memperlihatkan adanya kesadaran berserikat dan mengeluarkan pendapat melalui petisi – petisi yang dilakukan kepada pemerintah kolonial maupun dalam tulisan yang dalam surat kabar goeroe desa. Bentuk pemikiran HAM Boedi Oetomo dalam bidang hak kebebasan berserikat dan mengeluarkan pendapat.
b)      Perhimpunan Indonesia Lebih menitikberatkan pada hak untuk menentukan nasib sendiri. 
c)      Sarekat Islam Menekankan pada usaha – usaha unutk memperoleh penghidupan yang layak dan bebas dari penindasan dan deskriminasi rasial.
d)     Partai Komunis Indonesia Sebagai partai yang berlandaskan paham Marxisme lebih condong pada hak – hak yang bersifat sosial dan menyentuh isu – isu yang berkenan dengan alat produksi.
e)      Indische Partij Pemikiran HAM yang paling menonjol adalah hak untuk mendapatkan kemerdekaan serta mendapatkan perlakuan yang sama dan hak kemerdekaan.
f)       Partai Nasional Indonesia Mengedepankan pada hak untuk memperoleh kemerdekaan.
g)      Organisasi Pendidikan Nasional Indonesia Menekankan pada hak politik yaitu hak untuk mengeluarkan pendapat, hak untuk menentukan nasib sendiri, hak berserikat dan berkumpul, hak persamaan di muka hukum serta hak untuk turut dalam penyelenggaraan Negara. Pemikiran HAM sebelum kemerdekaan juga terjadi perdebatan dalam sidang BPUPKI antara Soekarno dan Soepomo di satu pihak dengan Mohammad Hatta dan Mohammad Yamin pada pihak lain. Perdebatan pemikiran HAM yang terjadi dalam sidang BPUPKI berkaitan dengan masalah hak persamaan kedudukan di muka hukum, hak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak, hak untuk memeluk agama dan kepercayaan, hak berserikat, hak untuk berkumpul, hak untuk mengeluarkan pikiran dengan tulisan dan lisan.
2)      Periode Setelah Kemerdekaan ( 1945 – sekarang )
a)      Periode 1945 – 1950
Pemikiran HAM pada periode awal kemerdekaan masih pada hak untuk merdeka, hak kebebasan untuk berserikat melalui organisasi politik yang didirikan serta hak kebebasan untuk untuk menyampaikan pendapat terutama di parlemen. Pemikiran HAM telah mendapat legitimasi secara formal karena telah memperoleh pengaturan dan masuk kedalam hukum dasar Negara ( konstitusi ) yaitu, UUD 45. komitmen terhadap HAM pada periode awal sebagaimana ditunjukkan dalam Maklumat Pemerintah tanggal 1 November 1945.Langkah selanjutnya memberikan keleluasaan kepada rakyat untuk mendirikan partai politik. Sebagaimana tertera dalam Maklumat Pemerintah tanggal 3 November 1945.

b)      Periode 1950 – 1959
Periode 1950 – 1959 dalam perjalanan Negara Indonesia dikenal dengan sebutan periode Demokrasi Parlementer. Pemikiran HAM pada periode ini menapatkan momentum yang sangat membanggakan, karena suasana kebebasan yang menjadi semangat demokrasi liberal atau demokrasi parlementer mendapatkan tempat di kalangan elit politik. Seperti dikemukakan oleh Prof. Bagir Manan pemikiran dan aktualisasi HAM pada periode ini mengalami “ pasang” dan menikmati “ bulan madu “ kebebasan. Indikatornya menurut ahli hukum tata Negara ini ada lima aspek. Pertama, semakin banyak tumbuh partai – partai politik dengan beragam ideologinya masing – masing. Kedua, Kebebasan pers sebagai pilar demokrasi betul – betul menikmati kebebasannya. Ketiga, pemilihan umum sebagai pilar lain dari demokrasi berlangsung dalam suasana kebebasan, fair ( adil ) dan demokratis. Keempat, parlemen atau dewan perwakilan rakyat resprentasi dari kedaulatan rakyat menunjukkan kinerja dan kelasnya sebagai wakil rakyat dengan melakukan kontrol yang semakin efektif terhadap eksekutif. Kelima, wacana dan pemikiran tentang HAM mendapatkan iklim yang kondusif sejalan dengan tumbuhnya kekuasaan yang memberikan ruang kebebasan.

c)      Periode 1959 – 1966
Pada periode ini sistem pemerintahan yang berlaku adalah sistem demokrasi terpimpin sebagai reaksi penolakan Soekarno terhaap sistem demokrasi Parlementer. Pada sistem ini ( demokrasi terpimpin ) kekuasan berpusat pada dan berada ditangan presiden. Akibat dari sistem demokrasi terpimpin Presiden melakukan tindakan inkonstitusional baik pada tataran supratruktur politik maupun dalam tataran infrastruktur poltik. Dalam kaitan dengan HAM, telah terjadi pemasungan hak asasi masyarakat yaitu hak sipil dan dan hak politik.

d)     Periode 1966 – 1998
Setelah terjadi peralihan pemerintahan dari Soekarno ke Soeharto, ada semangat untuk menegakkan HAM. Pada masa awal periode ini telah diadakan berbagai seminar tentang HAM. Salah satu seminar tentang HAM dilaksanakan pada tahun 1967 yang merekomendasikan gagasan tentang perlunya pembentukan Pengadilan HAM, pembentukan Komisi dan Pengadilan HAM untuk wilayah Asia. Selanjutnya pada pada tahun 1968 diadakan seminar Nasional Hukum II yang merekomendasikan perlunya hak uji materil ( judical review ) untuk dilakukan guna melindungi HAM. Begitu pula dalam rangka pelaksanan TAP MPRS No. XIV/MPRS 1966 MPRS melalui Panitia Ad Hoc IV telah menyiapkan rumusan yang akan dituangkan dalam piagam tentang Hak – hakAsasiManusiadanHak – hak serta KewajibanWarga negara. Sementara itu, pada sekitar awal tahun 1970-an sampai periode akhir 1980-an persoalan HAM mengalami kemunduran, karena HAM tidak lagi dihormati, dilindungi dan ditegakkan. Pemerintah pada periode ini bersifat defensif dan represif yang dicerminkan dari produk hukum yang umumnya restriktif terhadap HAM. Sikap defensif pemerintah tercermin dalam ungkapan bahwa HAM adalah produk pemikiran barat yang tidak sesuai dengan nilai –nilai luhur budaya bangsa yang tercermin dalam Pancasila serta bangsa Indonesia sudah terlebih dahulu mengenal HAM sebagaimana tertuang dalam rumusan UUD 1945 yang terlebih dahulu dibandingkan dengan deklarasi Universal HAM. Selain itu sikap defensif pemerintah ini berdasarkan pada anggapan bahwa isu HAM seringkali digunakan oleh Negara – Negara Barat untuk memojokkan.
Negara yang sedang berkembang seperti Indonesia.Meskipun dari pihak pemerintah mengalami kemandegan bahkan kemunduran, pemikiran HAM nampaknya terus ada pada periode ini terutama dikalangan masyarakat yang dimotori oleh LSM ( Lembaga Swadaya Masyarakat ) dan masyarakat akademisi yang concern terhadap penegakan HAM. Upaya yang dilakukan oleh masyarakat melalui pembentukan jaringan dan lobi internasional terkait dengan pelanggaran HAM yang terjadi seprtikasus Tanjung Priok, kasus Keung Ombo, kasus DOM di Aceh, kasus di Irian Jaya, dan sebagainya.Upaya yang dilakukan oleh masyarakat menjelang periode 1990-an Nampak memperoleh hasil yang menggembirakan karena terjadi pergeseran strategi pemerintah dari represif dan defensive menjadi ke strategi akomodatif terhadap tuntutan yang berkaitan dengan penegakan HAM. Salah satu sikap akomodatif pemerintah terhadap tuntutan penegakan HAM adalah dibentuknya Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (KOMNAS HAM ) berdasarkan KEPRES No. 50 Tahun 1993 tertanggal 7 Juni 1993. Lembaga ini bertugas untuk memantau dan menyelidiki pelaksanaan HAM, serta member pendapat, pertimbangan, dan saran kepada pemerintah perihal pelaksanaan HAM.
e)      Periode 1998 – sekarang
Pergantian rezim pemerintahan pada tahun 1998 memberikan dampak yang sangat besar pada pemajuan dan perlindungan HAM di Indonesia. Pada saat ini mulai dilakukan pengkajian terhadap beberapa kebijakan pemerintah orde baru yang berlawanan dengan pemajuan dan perlindungan HAM.Selanjutnya dilakukan penyusunan peraturan perundang – undangan yang berkaitan dengan pemberlakuan HAM dalam kehidupan ketatanegaraan dan kemasyarakatan di Indonesia. Hasil dari pengkajian tersebut menunjukkan banyaknya norma dan ketentuan hukum nasional khususnya yang terkait dengan penegakan HAM diadopsi dari hokum dan instrument Internasional dalam bidang HAM.
Strategi penegakan HAM pada periode ini dilakukan melalui dua tahap yaitu tahap status penentuan dan tahap penataan aturan secara konsisten. Pada tahap penentuan telah ditetapkan beberapa penentuan perundang–undangan tentang HAM seperti amandemen konstitusi Negara ( Undang–undangDasar 1945 ), ketetapan MPR ( TAP MPR ), Undang – undang (UU), peraturan pemerintah dan ketentuan perundang–undangan lainnya.
            Pada masa menjelang peralihan pemerintahan dari masa Orde Baru ke masa Reformasi banyak sekali kejadian menyangkut pelanggaran HAM ini. Peristiwa 1998 yang berujung penguduran diri Presiden Soeharto pada waktu itu sebetulnya adalah puncak dari segala peristiwa yang terjadi sebelumnya.Pada masa pemerintahan yang sangat represif, banyak aktifis yang tiba-tiba hilang tak tahu di mana rimbanya. Disinyalir kuat mereka telah diculik dan dibunuh oleh tangan-tangan penguasa pada waktu itu.Aksi demo besar-besaran mahasiswa dari seluruh Indonesia juga menyimpan sejumlah kasus pelanggaran HAM oleh aparat keamanan terhadap rakyat sipil. Semuanya berlangsung secara sporadic dan sangat massif pada waktu itu. Karena institusi hukum telah dikuasai oleh penguasa, maka HAM adalah alat yang digunakan untuk menjerat para pelaku pelanggaran tersebut.Bahkan ketika masa reformasi, cara-cara pelenyapan aktifis masih juga terjadi. Masih segar dalam ingatan kita bagaimana almarhum Munir yang tewas secara mendadak dalam perjalanannya ke Belanda. Di dalam darahnya ditemukan racun jenis arsen yang melewati ambang batas normal. Diduga kuat dia telah dengan sengaja diracun.                                                                                                            
B.       Proses Penegakan Hak Asasi Manusia di Indonesia
            Berdasarkan sejarah perjuangan bangsa Indonesia tampak adanya upaya pemajuan, penghormatan, dan penegakan HAM di Indonesia. Hal itu dilakukan oleh seluruh bangsa Indonesia sejak awal perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia. Berikut gambaran tentang proses penegakan HAM di Indonesia.
1)      Kebangkitan Nasional tanggal 20 Mei 1908 diawali dengan lahirnya berbagai pergerakan kemerdekaan pada wal abad XX. Peristiwa ini menunjukkan kebangkitan bangsa Indonesia untuk membebaskan diri dari penjajberupa eahan bangsa lain. Dalam hal ini berarti bangsa Indonesia telah menuntut dihormatinya hak asasi manusia yang dimiliki bangsa Indonesia berupa pembebasan diri dari penjajahan bangsa lain.
2)      Sumpah Pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928. Peristiwa ini membuktikan bahwa bangsa Indonesia menyadari haknya sebagai bangsa yang bertanah air satu dan menjunjung satu bahasa persatuan Indonesia. Hal ini mencerminkan adanya upaya bangsa Indonesia untuk memajukan dan menegakkan hak atas kedaulatan yang dimiliki oleh Negara Indonesia.
3)      Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945. Proklamasi merupakan puncak perjuangan pergerakan kemerdekaan bangsa Indonesia yang diikuti dengan penetapan UUD 1945 pada tanggal 18 Agustus 1945 yang dalam pembukaannya mengamanatkan: “Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan”. Selain itu, dalam pasal-pasal undang-undang dasarnya juga ditetapkan aturan dasar yang sangat pokok, termasuk hak-hak asasi manusia.
4)      Pencantuman rumusan hak asasi manusia dalam UUD RIS dan UUDS 1950. Dalam kedua konstitusi tersebut rumusan HAM lebih terperinci daripada rumusan dalam UUD 1945. Hal ini dikarenakan ketentuan tentang HAM dalam Konstitusi RIS 1949 dan UUDS 1950 diadopsi dari Universal Declaration of Human Rights. Pengadopsian ini dilakukan karena adanya kesadaran bahwa bangsa Indonesiasebagai anggota PBB mempunyai tanggung jawab untuk menghormati ketentuan yang tercantum dalam deklarasi tersebut.
5)      Dengan tekad melaksanakan UUD 1945 secara murni dan konsekuen, pada siding umum MPRS tahun 1966 telah ditetapkan Ketetapan MPR Sementara Nomor XIV/MPRS/1966 tentang Pembukaan Panitia Ad Hoc untuk menyiapkan dokumen rancangan piagam.
6)      Diterimanya hak asasi manusia serta hak dan kewajiban warga Negara untuk dibahas pada persidangan berikutnya. Hal ini didasarkan pada keputusan pimpinan MPRS tanggal 6 Maret 1967 Nomor 24/B/1967, hasil kerja panitia Ad Hoc.
7)      Terbentuknya Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 50 tahun 1993.
8)      Dalam siding umum Majelis Permusyawaratan Rakyat tahun 1998 telah berhasil dirumuskannya hak-hak asasi manusia dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara secara lebih terperinci.
9)      MPR melaksanakan kewenangannya untuk mengamandemen UUD 1945. Salah satu hasil amandemen UUD 1945 adalah menambahkan Bab XA tentang hak asasi manusia pasal 28A-28J. Pasal-pasal tersebut secara khusus mengatur tentang hak asasi manusia.
10)  Pada tahun 2000 dibentuk Undang-Undang Nomor 26 yang mengatur tentang pengadilan hak asasi manusia.

C.      Upaya Pemerintah dan Masyarakat Indonesia dalam Menegakkan Hak Asasi Manusia
1)      Upaya Pemerintah Indonesia
            Hak asasi manusia tidak lagi dipandang sekadar sebagai perwujudan faham individualisme dan liberalisme. Hak asasi manusia lebih dipahami secara humanistis sebagai hak-hak yang inheren dengan harkat dan martabat kemanusiaan, apapun latar belakang ras, etnik, agama, warna kulit, jenis kelamin dan pekerjaannya. Dewasa ini pula banyak kalangan yang berasumsi negatif terhadap pemerintah dalam menegakkan HAM. Sangat perlu diketahui bahwa pemerintah Indonesia sudah sangat serius dalam menegakkan HAM. Hal ini dapat kita lihat dari upaya pemerintah sebagai berikut;
a)      Indonesia menyambut baik kerja sama internasional dalam upaya menegakkan HAM di seluruh dunia atau di setiap negara dan Indonesia sangat merespons terhadap pelanggaran HAM internasional hal ini dapat dibuktikan dengan kecaman Presiden atas beberapa agresi militer di beberapa daerah akhir-akhir ini contoh; Irak, Afghanistan, dan baru-baru ini Indonesia juga memaksa PBB untuk bertindak tegas kepada Israel yang telah menginvasi Palestina dan menimbulkan banyak korban sipil, wanita dan anak-anak.
b)      Komitmen Pemerintah Indonesia dalam mewujudkan penegakan HAM, antara lain telah ditunjukkan dalam prioritas pembangunan Nasional tahun 2000-2004 (Propenas) dengan pembentukan kelembagaan yang berkaitan dengan HAM. Dalam hal kelembagaan telah dibentuk Komisi Nasional Hak Asasi Manusia dengan kepres nomor 50 tahun 1993, pembentukan Komisi Anti Kekerasan terhadap perempuan serta Komisi Nasional Perlindungan Anak.
c)      Pengeluaran Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang hak asasi manusia , Undang-undang nomor 26 tahun 2000 tentang pengadilan HAM, serta masih banyak UU yang lain yang belum tersebutkan menyangkut penegakan hak asasi manusia.
Menjadi titik berat adalah hal-hal yang tercantum dalam UU nomor 39 tahun 1999 tentang hak asasi manusia adalah sebagai berikut;
1. Hak untuk hidup.
2. Hak berkeluarga.
3. Hak memperoleh keadilan.
4. Hak atas kebebasan pribadi.
5. Hak kebebasan pribadi
6. Hak atas rasa aman.
7. Hak atas kesejahteraan.
8. Hak turut serta dalam pemerintahan.
9. Hak wanita
10. Hak anak
Ha-hal tersebut sebagai bukti konkret bahwa Indonesia tidak main-main dalam penegakan HAM.


2)      Upaya Masyarakat Indonesia
            Keberhasilan dalam menegakkan HAM sangat dipengaruhi oleh peran serta dari warga masyarakat. Upaya yang dilakukan oleh pemerintah tidak akan ada artinya tanpa adanya dukungan dari warga masyarakat. Adapun bentuk upaya yang bisa dilakukan oleh masyarakat adalah sebagai berikut:
a)      Berperan aktif dalam lembaga swadaya masyarakat (LSM) atau Non-Govermmental Organization (NGO) yang programnya terfokus pada demokratisasi dan pengembangan HAM. Contoh bentuk LSM ini adalah Yayasan lembaga bantuan Hukum (YLBHI) dan Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KONTRAS).
b)      Memberikan kepercayaan kepada pemerintah dalam menegakkan HAM melalui pengadilan HAM.
c)      Memberikan kepercayaan kepada pemerintah dalam menegakkan HAM melalui Komnas HAM.
d)     Memberikan masukan agar kebijakanpublik selalu bernuansa HAM.
e)      Melakukan control kepada pemerintah agar berbagai kebijakannya sejalan dengan HAM.
f)       Melaporkan setiap pelanggaran HAM kepada aparat yang berwenang.
g)      Memberikan kritik dan saran terhadap kinerja Komnas HAM.
h)      Menyebarluaskan pemahaman HAM kepada masyarakat.




3). Hambatan Penegakan HAM di Indonesia
            Beberapa faktor yang turut menghambat upaya penegakan HAM dibedakan menjadi 2 macam yaitu dari pemerintah dan dari masyarakat. Adapun factor-faktor penghambatnya yaitu:

a)      Pemerintah
Sikap pemerintah yang cenderung mengabaikan jaminan hak asasi untuk kepentingan kekuasaan pribadi.
b)      Masyarakat
a)      Sosial budaya masyarakat yang beragam
b)      Kondisi ekonomi Indonesia
c)      Letak geografis

D.      Cara Penanganan Kasus Pelanggaran HAM di Indonesia
1)      Kasus Pelanggaran HAM di Indonesia
            Menurut Pasal 1 Angka 6 No. 39 Tahun 1999 yang dimaksud dengan pelanggaran hak asasi manusia setiap perbuatan seseorang atau kelompok orang termasuk aparat negara, baik disengaja maupun tidak disengaja atau kelalaian yang secara hukum mengurangi, menghalangi, membatasi dan atau mencabut hak asasi manusia seseorang atau kelompok orang yang dijamin oleh undang-undang dan tidak mendapatkan atau dikhawatirkan tidak akan memperoleh penyesalan hukum yang adil dan benar berdasarkan mekanisme hukum yang berlaku.
Hampir dapat dipastikan dalam kehidupan sehari-hari dapat ditemukan pelanggaran hak asasi manusia, baik di Indonesia maupun di belahan dunia lain. Pelanggaran itu, bisa dilakukan oleh pemerintah maupun masyarakat, baik secara perorangan ataupun kelompok.
            Kasus pelanggaran HAM ini dapat dikategorikan dalam dua jenis, yaitu :
a)      Kasus pelanggaran HAM yang bersifat berat, meliputi :
1.      Pembunuhan masal (genisida)
2.      Pembunuhan sewenang-wenang atau di luar putusan pengadilan
3.      Penyiksaan
4.      Penghilangan orang secara paksa
5.      Perbudakan atau diskriminasi yang dilakukan secara sistematis
b)   Kasus pelanggaran HAM yang biasa, meliputi :
1.      Pemukulan
2.      Penganiayaan
3.      Pencemaran nama baik
4.      Menghalangi orang untuk mengekspresikan pendapatnya
5.      Menghilangkan nyawa orang lain
            Setiap manusia selalu memiliki dua keinginan, yaitu keinginan berbuat baik, dan keinginan berbuat jahat. Keinginan berbuat jahat itulah yang menimbulkan dampak pada pelanggaran hak asasi manusia, seperti membunuh, merampas harta milik orang lain, menjarah dan lain-lain.Pelanggaran hak asasi manusia dapat terjadi dalam interaksi antara aparat pemerintah dengan masyarakat dan antar warga masyarakat. Namun, yang sering terjadi adalah antara aparat pemerintah dengan masyarakat. Apabila dilihat dari perkembangan sejarah bangsa Indonesia, ada beberapa peristiiwa besar pelanggaran hak asasi manusia yang terjadi dan mendapat perhatian yang tinggi dari pemerintah dan masyarakat Indonesia, seperti:
a. Kasus Tanjung Priok (1984)
Kasus tanjung Priok terjadi tahun 1984 antara aparat dengan warga sekitar yang berawal dari masalah SARA dan unsur politis. Dalam peristiwa ini diduga terjadi pelanggaran HAM dimana terdapat rarusan korban meninggal dunia akibat kekerasan dan penembakan.

b. Kasus terbunuhnya Marsinah, seorang pekerja wanita PT Catur Putera Surya Porong, Jatim (1994)
Marsinah adalah salah satu korban pekerja dan aktivitas yang hak-hak pekerja di PT Catur Putera Surya, Porong Jawa Timur. Dia meninggal secara mengenaskan dan diduga menjadi korban pelanggaran HAM berupa penculikan, penganiayaan dan pembunuhan.



c. Kasus terbunuhnya wartawan Udin dari harian umum bernas (1996)
Wartawan Udin (Fuad Muhammad Syafruddin) adalah seorang wartawan dari harian Bernas yang diduga diculik, dianiaya oleh orang tak dikenal dan akhirnya ditemukan sudah tewas.

d. Peristiwa Aceh (1990)
Peristiwa yang terjadi di Aceh sejak tahun 1990 telah banyak memakan korban, baik dari pihak aparat maupun penduduk sipil yang tidak berdosa. Peristiwa Aceh diduga dipicu oleh unsur politik dimana terdapat pihak-pihak tertentu yang menginginkan Aceh merdeka.

e. Peristiwa penculikan para aktivis politik (1998)
Telah terjadi peristiwa penghilangan orang secara paksa (penculikan) terhadap para aktivis yang menurut catatan Kontras ada 23 orang (1 orang meninggal, 9 orang dilepaskan, dan 13 orang lainnya masih hilang).

f. Peristiwa Trisakti dan Semanggi (1998)
Tragedi Trisakti terjadi pada 12 Mei 1998 (4 mahasiswa meninggal dan puluhan lainnya luka-luka). Tragedi Semanggi I terjadi pada 11-13 November 1998 (17 orang warga sipil meninggal) dan tragedi Semanggi II pada 24 September 1999 (1 orang mahasiswa meninggal dan 217 orang luka-luka).

g. Peristiwa kekerasan di Timor Timur pasca jejak pendapat (1999)
Kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia menjelang dan pasca jejak pendapat 1999 di timor timur secara resmi ditutup setelah penyerahan laporan komisi Kebenaran dan Persahabatan (KKP) Indonesia - Timor Leste kepada dua kepala negara terkait.

h. Kasus Ambon (1999)
Peristiwa yang terjadi di Ambon ni berawal dari masalah sepele yang merambat kemasala SARA, sehingga dinamakan perang saudara dimana telah terjadi penganiayaan dan pembunuhan yang memakan banyak korban.

i. Kasus Poso (1998 – 2000)
Telah terjadi bentrokan di Poso yang memakan banyak korban yang diakhiri dengan bentuknya Forum Komunikasi Umat Beragama (FKAUB) di kabupaten Dati II Poso.

j. Kasus Dayak dan Madura (2000)
Terjadi bentrokan antara suku dayak dan madura (pertikaian etnis) yang juga memakan banyak korban dari kedua belah pihak.

k. Kasus TKI di Malaysia (2002)
Terjadi peristiwa penganiayaan terhadap Tenaga Kerja Wanita Indonesia dari persoalan penganiayaan oleh majikan sampai gaji yang tidak dibayar.

l. Kasus bom Bali (2002) DAN beberapa tempat lainnya
Telah terjadi peristiwa pemboman di Bali, yaitu tahun 2002 dan tahun 2005 yang dilakukan oleh teroris dengan menelan banyak korban rakyat sipil baik dari warga negara asing maupun dari warga negara Indonesia sendiri.



m. Kasus-kasus lainnya
Selain kasusu-kasus besar diatas, terjadi juga pelanggaran Hak Asasi Manusia seperti dilingkungan keluarga, dilingkungan sekolah atau pun dilingkungan masyarakat.

2)      Cara Penanganan Kasus Pelanggaran HAM di Indonesia
Bentuk penyelesaian kasus atau sengketa secara umum dapat di bagi menjadi dua cara, yaitu:
1.. Litigasi
2. Non litigasi
            Penyelesaian hukum secara litigasi adalah penyelesaian hukum melalui jalur pengadilan baik itu pengadilan negeri, pengadilan agama, pengadilan tata usaha Negara, dan pengadilan militer tergantung perkara apa yang diaujukan ole pihak yang bersengketa. Dalam bukunya Agnes M.toar yang berjudul seri dasar-dasar hukum ekonomi 2 arbitrase di Indonesia menyebutkan bahwa litigasi merupakan suatu proses gugatan suatu konflik yang diriutalisasikanyang menggantikan konflik sesungguhnya, yaitu para pihak dengan memberikan kepada seorang pengambil keputusan dua pilihan yang bertentangan. Aturannya sudah dimuat dalam aturan khusus dalam undang-undang materiil dan dalam undang-undang formil. Sedangkan non litigasi merupakan proses penyelesaian perkara atau kasus diluar pengadilan. Penyelesaiannya bisa terjadi melalui cara mediasi, konsiliasi dan bisa juga terjadi dengan kesepakatan bersama untuk mengakhiri persengketaan antar kedua belah pihak.
Sifat penyelesaian sengketa litigasi dan non litigasi
1. Sifat litigasi
a. Prosesnya makan waktu lama
b. Terbuka untuk umum (kecuali kasus khusus : misalnya pelecehan seksual, kasus anak)
c. Penerapan hukum acaranya bersifat mengikat

       2. Sifat non litigasia.
a.Penyelesaian sengketa bisa lebih cepat
b. Konfidensial (tertutup)
c. Tidak formal
d. Penyelesaiannya oleh tim yang professional
e. Putusan final dan binding (mengikat)
Penyelesaian sengketa secara litigasi

Penyelesaian sengketa secara litigasi merupakan penyelesaian sengketa melalui jalur pengadilan. Melalui jalur ini keputusan akan terjamin dapat memuaskan hati kedua belah pihak, karena pengadilan bersikap adil dan objektif dalam memberi keputusan. Selain itu pengadilan dalam memvonis seseorang bersalah dan menghukum dapat menimbulkan efek jera . Pengadilan juga mandiri independen dalam memberikan keputusan dan tanpa intimidasi dan paksaan dari pihak lain dalam memberikan keputusan. Penyelesaian sengketa melalui pengadilan disebut juga dengan pelibatan pihak ketiga , pihak ketiga inilah yang disebut dengan pengadilan.
Penyelesaian sengketa secara non litigasi. Ciri utama dalam penyelesaian melalui jalur non litigasi atau non adjudikasi adalah kesepakatan pihak-pihak yang berperkara. Apabila kedua belah pihak sudah sepakat maka perkara tersebut selesai.
Cara penyelesaian sengketa alternatif menurut UU No.30 tahun 1999 adalah :

1. Arbitrase
Arbitrase merupakan bentuk lain dari ajudikasi, yakni ajudikasi privat. Para pihak, baik yang mengantisipasi sengketa yang mungkin terjadi maupun yang sedang mengalami sengketa yang tidak mampu diselesaikan melalui musyawarah, sepakat untuk menyerahkan sengjetanya kepada pengambil keputusan privat dengan cara-cara yang mereka tentukan bersama. Dengan cara ini para pihak menghindari penyelesaaian sengketa melalui peradilan umum.
2. Negosiasi
Dalam kamus lengkap bahasa terkini negosiasi merupakan tawar menawar melalui perundingan demi mencapai kesepakatan. Negosiasi adalah sebuah bentuk interaksi sosial saat pihak - pihak yang terlibat berusaha untuk saling menyelesaikan tujuan yang berbeda dan bertentangan. Menurut kamus Oxford, negosiasi adalah suatu cara untuk mencapai suatu kesepakatan melalui diskusi formal.
3. Mediasi
Mediasi merupakan proses negosiasi pemecahan masalah dimana pihak luar yang tidak memihak (impartial) dan netral bekerja dengan pihak yang bersengketa untuk membantu mereka memperoleh kesepakatan perjanjian dengan memuaskan. Berbeda dengan hakim atau arbiter, mediator tidak memiliki wewenang untuk memutuskan sengketa antara para pihak, namun dalam hal ini para pihak mengusahakan kepada mediator untuk membantu mereka menyelesaikan persoalan diantara mereka.
4. Konsiliasi
            Konsiliasi Adalah usaha mempertemukan keinginan pihak yang berselisih untuk mencapai persetujuan dan penyelesaian. Namun, undang-undang nomor 30 tahun 1999 tidak memberikan suatu rumusan yang eksplisit atas pengertian dari konsiliasi. Akan tetapi, rumusan itu dapat ditemukan dalam pasal 1 angka 10 dan alinea 9 penjelasan umum, yakni konsiliasi merupakan salah satu lembaga untuk menyelesaikan sengketa.Dalam menyelesaikan perselisihan, konsiliator memiliki hak dan kewenangan untuk menyampaikan pendapat secara terbuka dan tidak memihak kepada yang bersengketa. Selain itu, konsiliator tidak berhak untuk membuat keputusan dalam sengketa untuk dan atas nama para pihak sehingga keputusan akhir merupakan proses konsiliasi yang diambil sepenuhnya oleh para pihak dalam sengketa yang dituangkan dalam bentuk kesepakatan di anatar mereka. Konsiliasi dalam UU No. 30 Tahun 1999 sebagai suatu bentuk alternatif penyelesaian sengketa di luar pengadilan adalah suatu tindakan atau proses untuk mencapai perdamaian di luar pengadilan
5. pendapat ahli
            pendapat ahli adalah pendapat seseorang yang digunakan dalam penyelesaian sengketa. Ahli disini merupakan ahli dibidang hukum, orang yang mampu menguasai seluk-beluk hukum .

c)      Proses Penanganan Kasus Pelanggaran HAM di Indonesia (Secara Hukum)
      Proses  penanganan kasus pelanggaran HAM dapat dilakukan melalui lembaga Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Pengadilan HAM, dan Pengadilan HAM ad hoc. Berikut iniuraian singkatnya.
1)      Proses Penanganan Pelanggaran HAM Melalui Komnas HAM
Pada awalnya KOmnas HAM mendapat aduan baik secara lisan maupun tertulis dari setiap orang atau kelompok yang memiliki alasan kuat bahwa hak asasinya telah dilanggar. Langkah Komnas HAM selanjutnya melalui tahapan berikut.

a.       Melakukan Pemeriksaan
Tahap ini dilakukan dengan memanggil pengadu, saksi, ataupun pihak lain yang terkait untuk dilakukan pemeriksaan. Tujuannya tidak lain untuk menentukan dapat dilanjutkan atau tidaknya penuntutan yang ada. Hal itu dapat ditentukan berdasarkan pembuktian dalam pemeriksaan. Jika buktinya tidak kuat, penuntutan tidak dapat dilanjutkan lagi atau dihentikan.
b.      Menyelesaikan Pengaduan Setelah Melalui Tahap Pemeriksaan
Pada tahap ini Komnas HAM dapat menetukan penyelesaian pengaduan yang ada dalam berbagai bentuk seperti berikut. Perdamaian kedua belah pihak; penyelesaian perkara melalui cara konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi; pemberian saran kepada para pihak untuk menyelesaikan sengketa melalui pengadilan; penyampaian rekomendasi atas suatu kasus pelanggaran HAM kepada pemerintah untuk ditindaklanjuti penyelesaiannya; serta penyampaian rekomendasi atas suatu kasus pelanggaran HAM kepada DPR untuk ditindaklanjuti.

·         Proses Penanganan Pelanggaran HAM Melalui Pengadilan HAM
Proses penanganan pelanggaran HAM melalui pengadilan HAM dapat dilakukan melalui tahap-tahap berikut.
a.       Penangkapan
Penangkapan dilakukan oleh jaksa agung untuk kepentingan penyidikan dengan memperlihatkan surat tugas. Jika pelaku tertangkap tangan, tidak diperlukan surat tugas tetapi menyerahkan barang bukti.
b.      Penahanan
Penahanan dapat dilakukan oleh jaksa agung untuk kepentingan penyidikan, penunututan, pemeriksaan di sidang pengadilan HAM, banding di pengadilan tinggi, dan kasasi di Mahkamah Agung.
c.       Penyelidikan
Penyelidikan dilakukan oleh Komnas HAM. Dalam upaya penyelidikan, Komnas HAM dapat membentuk tim ad hoc yang terdiri atas Komnas HAM dan unsur masyarakat.
d.      Penyidikan
Penyidikan dilakukan oleh jaksa agung. Dalam upaya penyidikan, jaksa agung dapat mengangkat penyidik ad hoc. Jika dalam penyidikan tidak diperoleh bukti yang cukup, jaksa agung dapat mengeluarkan surat penghentian penyidikan.
e.       Penuntutan
Penuntutan dilakukan oleh jaksa agung. Dalam hal ini jaksa agung dapat mengangkat penuntut umum ad hoc.
f.       Pemeriksaan di Sidang Pengadilan
Pemeriksaan disidang pengadilan dilakukan oleh lima orang hakim yang terdiri atas dua orang hakim HAM dan tiga orang hakim ad hoc. Pemeriksaan ditingkat pertama dilakukan paling lama 180 hari. Untuk banding dan kasasi dilakukan paling lama 90 hari.
2)      Proses Penanganan Pelanggaran HAM di Pengadilan HAM Ad Hoc
Proses pengadilan HAM ad hoc pada dasarnya sama denganproses di pengadilan HAM. Yang membedakannya pada jenis kasus yang ditanganinya. Pengadilan HAM ad hoc hanya menangani kasus pelanggaran HAM yang terjadi sebelum diundangkannya Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Pengadilan HAM ad hoc dibentuk atas usul DPR berdasarkan keputusan presiden. Jadi, pengadilan HAM ad hoc sifatnya tidak permanen sedangkan pengadilan HAM bersifat permanen.

·        Faktor Penyebab Terjadinya Pelanggaran HAM
            Banyak faktor penyebab terjadinya pelanggaran HAM di Negara Indonesia. Beberapa penyebabnya seperti berikut:
a.       Lemahnya sistem penegak hukum.
b.      Belum adanya kesungguhan pemerintah dalam mengimplementasikan norma-norma HAM.
c.       Adanya pemanfaatan terhadap tindakan pelanggaran HAM oleh pemerintahuntuk mempertahankan kekuasaan.

Menurut Prof. Baharudin Lopa, S.H., ada empat macam penyebab pelanggaran HAM di Indonesia, yaitu:
a.       Adanya kecenderungan pada pihak-pihak tertentu terutama yang memiliki kewenangan dan kekuasaan, saling tidak mampu mengekang.
b.      Adanya kebiasaan bahwa pihak yang memiliki wewenang dan kekuasaan masih sering menyalahgunakannya.
c.       Masih kentalnya budaya ewuh pekewuh yang membuka peluang terjadinya pelanggaran HAM sehingga penegakannya terganggu.
d.      Penegakan hak (law enforcement) masih lemah dan sering bersifat diskriminatif.

  
BAB IV
PENUTUP
A.Kesimpulan
Hak Asasi Manusia (HAM) adalah satu karunia Tuhan yang sudah melekat pada diri manusia sejak lahir dan tidak bisa dirampas oleh siapapun. Hak asasi manusia (HAM) tidak dapat dipisahkan dengan kewajiban karena kedua hal tersebut saling berkaitan satu sama lainnya. Penyebab masalah HAM yang banyak terjadi adalah karena kurangnya rasa toleransi dan sikap egois tanpa memperdulikan hak satu sama lain.Perkembangan dan perjuangan dalam mewujudkan tegaknya HAM di Indonesia terutama terjadi setelah adanya perlawanan terhadap penjajahan bangsa asing, sehingga tidak bisa dilihat sebagai pertentangan yang hanya mewakili kepentingan suatu golongan tertentu saja, melainkan menyangkut kepentingan bangsa Indonesia secara utuh.Dewasa ini, meskipun ditengarai banyak kasus pelanggaran HAM berat di Indonesia, tetapi secara umum Implementasi HAM di Indonesia, baik menyangkut perkembangan dan penegakkannya mulai menampakkan tanda-tanda kemajuan. Hal ini terlihat dengan adanya regulasi hukum HAM melalui peraturan perundang-undangan. Di samping itu telah dibentuknya Pengadilan HAM dalam upaya menyelesaikan berbagai kasus pelanggaran HAM berat yang terjadi.
B.Saran
Pengawalan penegakkan HAM kian berat. Tak semudah membalik telapak tangan. Buktinya di bangsa yang berumur 66 tahun ini belum bisa sepenuhnya menancapkannya. Walau masih bangsa muda dibandingkan dengan Negara-negara barat, namun waktu seperti itu bukanlah sempit bagi pemerintah kita untuk mewujudkannya. Namun mari kembali lagi pada kenyataannya. Bangsa Indonesia belum menjamin HAM warganya.                                  
Di butuhkan keseriusan pemerintah untuk mempelopori penegakkan HAM di Indonesia. Tentu saja itu tidak cukup, selain dari pihak pemerintah dibutuhkan kerjasama warga Negara Indonesia yang diharapkan bisa menjalin komunikasi yang baik antara satu sama lain. Kemudian secara sinergi merongrong Negara Indonesia yang adil.Kita sebagai mahasiswa dan generasi penerus bangsa, sudah semestinya membantu pemerintah untuk terus menegakkan HAM di Indonesia. Kondisi HAM di Indonesia sudah saatnya dibenahi dan ditata ulang agar terbentuk good goverment. Segala jenis hambatan dan tantangan yang dapat mengganggu terwujudnya pelaksanaan HAM harus segera dihilangkan, agar bisa terwujudnya masyarakat madani.






DAFTAR PUSTAKA

Referensi dari buku:
Pendidikan Kewarganegaraan untuk SMA/MA kelas X Semester 1(Intan Pariwara)
Lain-lain:
http: //pkn-fariz.blogspot.com/2013
http: //gapura2.blogspot.com
http: //kuchingbaeg.blogspot.com/2012
http: //.mansaripayalinteung.blogspot.com/2011
http: //hariadi44.blogspot.com/2013


0 komentar:

Posting Komentar